pengumuman

pengumuman
Home » » Johan Rosihan itu Sosok Suami yang Sempurna

Johan Rosihan itu Sosok Suami yang Sempurna

Written By Unknown on Senin, 08 April 2013 | 12.03

Saya mulai mengenal Abi (Ayah dalam bahasa Arab) mulai tahun 2001, tepatnya tanggal 28 Januari 2001/3 Dzulqaidah 1421 H. Pada hari itu kami mulai saling mengenal, Itulah hari pernikahan kami.

Sebelum itu saya tak mengenal Abi lebih dari rekan satu organisasi. Ketika kuliah, kami memang dalam satu organisasi, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Nusa Tenggara Barat. Namun  saya tidak terlalu mengenal Abi. Karena waktu itu kami cuma berkomunikasi dalam rapat-rapat, sehingga saya hanya mengenal beliau melalui pola fikir dan gagasannya dalam menjalankan roda organisasi. Pada waktu itu, saya hanya mengenal beliau sampai pada tataran itu saja, sementara karakter “secara pribadi” tidak terlalu saya ketahui.

Karenanya, tidak ada kesan apa-apa terhadap beliau sebelumnya. Karena di organisasi, komunikasi dan interaksi yang terjadi hanya sebatas urusan-urasan yang menyangkut organisasi. Untuk urusan itu, paling saya ingat hanya saat aksi, bagaimana beliau orasi dan All Out-nya dalam menjalankan aktifitas dakwah.

Dalam ikhtiar menuju jenjang pernikahan, saya sendiri tidak pernah menyangka akan menjalani proses ta’aruf bersama beliau. Karena itulah, ketika Murabbi menyerahkan nama beliau, seketika saya gemetar, perasaan kaget bercampuraduk, tak menyangka sama sekali. Hanya saja yang menguatkan saya waktu itu adalah bahwa beliau dibawa oleh Murabbi/Murabbiyah kami. Sehingga saya kemudian istikharah dan memutuskan untuk menjalani proses ta’aruf bersama beliau.

Dalam prosesnya, kendala perbedaan suku, pilihan pekerjaan dan lain-lain Alhamdulillah bisa kami atasi. Awalnya memang ada keberatan-keberatan, tapi kami sudah bisa memahamkan pada keluarga tentang pilihan pasangan hidup kami nantinya seperti apa, hingga keberatan-keberatan tersebut bisa dihilangkan. Alhamdulillah Allah SWT menakdirkan kami berjodoh dan membina keluarga.

Setelah menikah, dalam perjalanannya harus diakui ada beberapa perbedaan kebiasaan hidup dan latar belakang kultur beda ternyata cukup menguras energy saya dalam menata hidup bersama. Gubrak beneeerrrr… kalo ingat jadi lucu… tapi asyik romantis. :)

Namun seiring berjalannya waktu kami akhirnya bisa beradaptasi dengan hal itu, saling mengenal satu sama lain. Sebagai kepala keluarga Abi itu sosok yang pengayom dan pendengar yang baik. Awal-awal dulukan namanya kita belum kenal sebelumnya. Butuh waktu untuk kami saling mengenal karakter, butuh waktu untuk mengenal beliau. Tapi Abi enjoy aja sama saya, malah saya yang butuh belajar banyak pada beliau. Abi itu tidak banyak menuntut, selalu bersikap santai dan menerima saya apa adanya. Malah saya aja yang kadang-kadang masih punya standar tertentu. :D

Beliau itu sosok yang selalu menempatkan istri setara dengan beliau. Dalam artian, apa yang menjadi potensi dan minat saya, Abi selalu dukung untuk teraktualisasi dan tereksplore. Abi itu sosok suami yang selalu memberi motivasi agar istri terus tumbuh dan berkembang dalam keilmuan maupun kemampuan.

Beliau komunikatif, peka dan terbuka. Beliau akan segera tau saya sedang bad mood atau tidak, dengan melihat wajah saya. Kalau pun kadang agak telat tau kondisinya, tapi itu bukan karena di sengaja, hanya karna beliau benar-benar sedang sibuk dengan amanah-amanah dakwah. Akan tetapi begitu ketika sudah sempat, maka beliau akan langsung tau dan dengan segera meminta saya bercerita tentang masalah apa yang saya hadapi.

Prinsip-prinsip kejujuran dan keterbukaan itulah yang selalu berusaha kami terapkan dalam rumah tangga. Apapun itu harus kami komunikasikan. Misalnya ada hal yang tidak saya suka, maka saya akan bilang saya tidak suka. Beliau tidak suka jika ada hal yang tidak kami sukai tapi karena alasan sungkan atau tidak enak atau untuk menjaga perasaan lalu kami bilang suka pada hal yang sebenarnya tidak kami sukai.

Beliau selalu memberi saya ruang. Ruang kebebasan untuk bersuara, berpendapat, menyampaikan kritik, juga menumpahkan masalah. Saya tidak merasa takut untuk menyampaikan apapun. Karena beliau selalu memberi saya kesempatan untuk menyampaikan. Beliau sangat lapang dada dan selalu bersedia mendengarkan.

Abi tidak suka membiarkan saya menyimpan atau menangung masalah sendiri. Beliau juga tidak mau masalah kami di bawa keluar lalu curhat pada orang lain. Masalah adalah masalah kami. Maka kamilah yang harus membicarakannya. Dengan begitu akan menemukan solusi atas permasalahan kami.

Buat Abi, memuliakan istri yang seharusnya adalah dengan bersikap jujur dan terbuka. Apapun masalah, ditanggung bersama. Itu juga merupakan bukti bahwa sebagai pasangan kita bisa saling mempercayai dan mengandalkan.

Kalau sama  anak-anak, Abi itu suka main. Abi juga sangat menerima anak-anak apa adanya. Abi membiarkan anak-anak tumbuh sesuai dengan karakter dan potensi mereka. Prinsip Abi “anak-anak itu bukan seperti kita, anak-anak punya gayanya sendiri”. Jadi anak-anak dibebaskankan untuk melakukan apa saja sesuai dengan kebutuhan aktualisasi dan perkembangan mereka.

Tapi abi tetap punya batasan tegas dalam memberi kebebasan apada anak-anak. Misalnya untuk hal yang terkait aqidah dan ibadah. Kebebasan yang diberikan abi kepada anak-anak adalah sebatas tidak melanggar syari’at.

Abi juga banyak memberikan kepercayaan pada anak-anak. Kepercayaan yang didalamnya ditanamkan rasa tanggung jawab. Misalnya seperti pengunaan tekhnologi. Abinya memberikan fasiltas pada mereka. Dan abinya bilang “ini abi berikan sarana, tapi kalian bisa tanggung jawab tidak?” Termasuk dalam pengunaan media online seperti Facebook. Abinya mengizinkan.

Hal ini awalnya membuat saya kebat-kebit. Sebagai ibu saya tentunya lebih protektif dan lebih banyak khawatir. Tapi abinya selalu bisa menenangkan saya dengan memberikan alasan dan penjelasan yang logis atas sikap dan kebijakannya pada anak-anak. Abi juga tidak banyak menuntut anak-anak harus seperti apa dan bagaimana. Berbeda dengan saya yang perfectsionis dan lebih banyak menuntut anak-anak harus seperti apa dan bagaiamana.

Dan Abi akan selalu mengingatkan saya bahwa yang dibutuhkan anak bukan dokrin tapi arahan. Abi memang tidak mau terlalu jauh mendoktrin anak-anak. Abi lebih suka memberi arahan. Memberi pemahaman pada anak-anak.

Abi itu jarang ada waktu khusus untuk keluarga. Misalnya sehari penuh untuk jalan-jalan, itu jarang. Tapi Abi sangat pintar memanfaatkan waktu menjadi efektif dan berkwalitas untuk keluarga. Beliau bisa “masuk” ke anak-anak di sela kesibukan dan padatnya aktivitas. Bahkan jika itu hanya 5-10 menit. Beliau memanfaatkan waktu untuk bermain dengan anak-anak. Dan hal itu intens. Meskipun tidak lama, sikap  itu mampu “menyentuh” anak-anak dan membuat anak-anak merasa terpenuhi kebutuhannya terhadap Abinya.

Abi juga memanfaatkan teknologi serta media online unntuk memantau perkembangan dan kondisi anak-anak. Biasanya anak-anak suka menulis apa yang mereka alami dan lakukan di status facebook. Dan Abi selalu memantau anak-anak di media online.

Beliau bisa saling kontak menanyakan aktifitas dan lagi di mana lewat media itu, juga lewat sms. Abi selalu menyempatkan diri untuk menelpon anak-anak. Sekedar menanyakan sudah makan atau sholat. Dan anak-anak merasa bahagia dengan itu. Mereka tetap merasakan perhatian dan kehadiran Abinya di tengah mereka.

Kalaupun ada masalah anak-anak yang perlu curhat ke abinya, itu membutuhkan waktu khusus. Dalam hal ini sayalah yang mengambil peran. Tapi nanti saya akan menyampaikan inti permasalah/curhat anak-anak ke abinya. Dan pada saat sempat di tengah istirahat dari aktivitas, beliau akan menelpon anak-anak untuk di ajak bicara. Lalu memberikan nasehat serta arahan.

Dari awal menikah, kami sudah saling memahami aktivitas dan amanah. Begitu juga keluarga sudah kami berikan pemahaman sejak proses pernikahan. Adapun anak-anak, sejak kecil sudah kami libatkan dalam setiap kegiatan, maka dengan sendirinya anak-anak sudah mengerti bagaimana aktifitas dan kesibukan abi-umminya. Jadi dukungan itu datang dengan sendirinya.

Abi itu orangnya Esay Going. Tidak pernah pusing menanggapi masalah-masalah yang datang dari eksternal. Seperti masalah di kantor misalnya, Abi selalu bersikap santai menghadapi masalah dan tidak pernah membawa masalah ke rumah.

Tapi berbeda jika masalah dating dari internal. Misalnya dari saya. Abi pernah bilang “sebesar apapun masalah yang abi temui di luar, tidak pernah abi anggap masalah. Tapi kalo ummi yang kenapa-kenapa, pusing dah Abi” ^_^

Itulah sebabnya Abi selalu berusaha mengkondisikan agar di internal itu tetap stabil. Dengan tidak membiarkan masalah berlarut dan terpendam. akan berbahaya jika ada masalah di internal. Karna itu akan mengacaukan kerja beliau di luar.

Sebenarnya masih banyak hal lagi tentang Abi. Tapi kalau diteruskan lagi mungkin tidak akan pernah ada habisnya. Sebagai manusia biasa, beliau juga tidak luput dari kekurangan. Namun selama kami hidup bersama dalam rumah tangga, dan selama beliau hadir dalam diri saya, “bagi saya beliau adalah sosok suami yang sempurna” InsyaAllah… Aamiin….


*Wahidah, SE
Istri dari Johan Rosihan
Ibu dari lima buah hati kami
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Humas PKS Lotim
Copyright © 2011. PKS Gumi Selaparang | Lombok Timur - NTB - All Rights Reserved
Template Created by Mas Template
Proudly powered by Blogger