Kemenangan pasangan calon gubenur
dalam Pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara, 2013, mengagetkan banyak kalangan.
Sebab pasca ditangkapnya Presiden PKS Lutfhi Hasan Ishaq oleh KPK terkait soal
korupsi impor daging sapi membuat lembaga survei dan pengamat politik
mengatakan suara PKS akan terjun bebas. Tak hanya itu, PKS di berbagai tempat,
seperti di Jogjakarta diteror dan dilecehkan, dengan berbagai simbol yang
menyudutkan partai yang didirikan oleh para pendakwah itu. Bentuk lecehan itu
seperti PKS diplesetkan menjadi Partai Korupsi Sapi. Ada pula gambar orang
berkepala sapi dengan memakai jas putih ciri khas PKS.
Dengan kemenangan di dua provinsi
itu menunjukan bahwa pengamat dan lembaga survei salah memprediksi terhadap
keberadaan partai dan kader PKS. Dengan kemenangan PKS di dua provinsi itu,
bisa jadi membuat rival-rival PKS akan memasang strategi khusus agar calon yang
diusung PKS tidak kembali menang. Di Pilkada Jawa Tengah inilah pembuktian
selanjutnya, apakah yang menang calon yang diusung oleh PKS atau calon partai
lainnya.
Kemenangan PKS di Jawa Barat dan
Sumatera Utara menunjukan PKS akan bisa menjadi bola salju di berbagai
provinsi, kabupaten, dan kota ketika melaksanakan pilkada. Mengapa PKS mampu
memenangi pilkada di provinsi-provinsi yang strategis? Faktornya, pertama,
harus diakui bahwa ada petinggi PKS yang melakukan korupsi. KPK dalam
menetapkan seseorang menjadi tersangka korupsi tentu mempunyai data dan fakta.
Ditangkapnya petinggi PKS oleh KPK memang membuat jatuh mental para kader dan
simpatisan meski demikian hal itu tidak menurunkan loyalitas kader dan
simpatisan kepada partainya. Kalaupun loyalitas dan simpati itu turun sifatnya
hanya emosional dan sesaat.
Kader dan simpatisan bisa jadi
berpikir, korupsi yang dilakukan oleh petinggi partainya tidak seberat dan
segawat kader partai lainnya. Apa yang terjadi di PKS bisa jadi bukan yang
pertama, sebelumnya ada kadernya yang juga tertangkap dan dituduh melakukan
korupsi, meski ia hanya pada tataran tingkat bawah walau ia juga menjadi
anggota DPR.
Turunnya survei bahwa PKS akan
rontok dalam pemilu bisa jadi survei yang dilakukan oleh lembaga survei, data
dan sample yang dimintai pendapat adalah masa-masa mengambang dan bukan
simpatisan dan kader PKS sehingga hasil yang diperoleh mengecoh. Ketika data
yang disajikan bahwa PKS akan rontok membuat partai lainnya memandang sebelah
mata kepada calo yang diusung PKS. Namun partai lain tidak mengira bahwa data yang
ada soal PKS adalah mengecoh sehingga partai lain pun terkecoh.
Meski ada petinggi PKS melakukan
tindak korupsi namun hal itu diimbangi dengan kinerja yang bagus oleh kader PKS
yang berada di DPR dan kerja-kerja sosial lainnya di masyarakat. Kinerja kader
PKS di DPR selama ini harus diakui baik, terbukti meski menjadi anggota koalisi
partai pendukung pemerintah namun Fraksi PKS di DPR tetap kritis. Ketika banyak
anggota DPR terbelit masalah hambalang dan kasus simulator SIM, kader PKS tak
ada yang disebut-sebut ikut terlibat.
Kedua, kemenangan PKS ini juga
maraknya belitan korupsi di banyak partai sehingga ada kesimpulan di masyarakat
bahwa semua partai melakukan korupsi. Padangan yang demikian membuat kader dan
simpatisan tak malu ketika head to head atau man to man dengan partai lainnya.
Ketika disindir soal korupsi, bisa jadi kader PKS akan mengatakan, “Di partaimu
kan juga.” Ketika korupsi dilakukan oleh banyak anggota partai maka tak heran
bila calon yang diusung partai-partai besar pun tak mampu memenangi pilkada.
Lihat saja calon yang diusung partai sebesar Golkar, Demokrat, dan PDIP, di
Pilkada Jawa Barat tak mampu memenangi padahal dilihat dari segi infrastruktur
dan dana bisa jadi mereka mempunyai kelebihan dibanding dengan PKS.
Ketiga, kemenangan PKS di Pilkada
Jawa Barat dan Sumatera Utara harus diakui karena bagusnya kader PKS yang
menjadi incumbent atau plt dalam memimpin dan membangun daerahnya. Hal demikian
menjadi modal paling utama untuk memenangi Pilkada. Prestasi ini oleh PKS
kembali didukung dan dikembangkan suaranya sehingga PKS tidak terlalu berat
dalam upaya memenangkan pilkada.
Langkah-langkah pembangunan yang
dilakukan oleh gubernur atau plt dari kader PKS tidak pernah menimbulkan
kontroversi di masyarakat. Lain halnya dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo
yang menimbulkan ucapan kontroversial ketika menjelekan kesenian jaran kepang,
salah satu kesenian kebanggaan masyarakat Banyumas. Akibat ucapannya itu
masyarakat di Banyumas dan sekitarnya serta Dewan Kesenian Jawa Tengah
memprotes apa yang dikatakan oleh Bibit Waluyo. Di sinilah bisa menjadi pemicu
keengganan untuk memilih dia lagi.
Kekalahan partai lain dalam
Pilkada di Sumatera Utara dan Jawa Barat bisa jadi disebabkan calon-calon yang
diusungnya adalah calon yang dianggap ‘asing’ oleh masyarakat sehingga
masyarakat pun tidak mau membeli kucing dalam karung. Calon-calon dari partai
lain bisa jadi didatangkan dari Jakarta atau calon yang memiliki pendukung dan
loyalis yang sifatnya terbatas. Sedang PKS adalah mengusung calon-calon yang
sudah dikenal dan akrab di masyarakat setempat.
Dukungan PKS kepada incumbent
yang juga kader PKS ini menunjukan komunikasi keduanya terjalin hubungan yang
baik. PKS tidak kutu loncat dalam mengusung calonnya. Lain hal dengan PDIP
misalnya. Dalam Pilkada Jawa Tengah dan Bali, 2008, ia mengusung calon yang
bernama A, namun dalam Pilkada 2013 mereka mengusung calon bernama B. Ini
menunjukan ada problem di kalangan mereka sendiri sehingga mengakibatkan
terjadinya fraksi-fraksi. Fraksi-fraksi yang terjadi inilah yang mengakibatkan
suaranya menjadi tidak bulat. Dalam Pilkada Jawa Tengah akan membahayakan PDIP
ketika mereka tidak mengusung Rustriningsih padahal mantan Bupati Kebumen dan
Wakil Gubenur Jawa Tengah itu kader tulen PDIP dan memiliki elektabilitas yang
tinggi.
Kemenangan PKS di Jawa Barat dan
Sumatera ini menunjukan bangkitnya kembali PKS dari isu-isu korupsi yang
membelitnya. Bila PKS mampu belajar dari kemenangan di kedua provinsi itu maka
kemenangan-kemenangan selanjutnya akan bisa diraihnya. Dengan kemenangan PKS di
Jawa Barat dan Sumatera akan menjadi bola salju yang semakin lama semakin
besar. Apa rahasia kemenangan PKS? Disebabkan oleh solidnya kader, prestasi
incumbent, dan adanya keinginan dari kader di bawah akan perubahan. Kemenangan
Jokowi di Pilkada Jakarta karena banyak kader PKS yang memilih Jokowi karena
adanya keinginan perubahan. Ahmad Heryawan dan Gatot Pujo Nugroho solid dipilih
kader PKS karena mereka dirasa mampu membawa perubahan di Jawa Barat dan Sumatera
Utara.
Ardi Winangun
http://politik.kompasiana.com/2013/03/28/bola-salju-pks-541053.html
Pin BB: 27C1A2D5
0 komentar:
Posting Komentar