Istri adalah bunga yang harus
tetap mekar di taman hati, hanya dengan cinta kasih dia akan selalu mekar
bersemi. Wujudnya tak sekadar mengikuti musim berganti, dia dapat bersinergi
dengan terik mentari, angin atau badai sekalipun, asalkan ruang hatinya selalu
tersirami dan terpelihara, sehingga mahkotanya akan selalu tegak berdiri mampu
menopang bening embun pagi yang senantiasa menggelayuti.
Peran perempuan sebagai istri sekaligus
ibu senantiasa terkait. Hak dan kewajibannya harus mampu dipahami agar dia
dapat menempatkan diri di setiap tempatnya berdiri. Bahkan perannya sebagai
kunci peradaban yang unggul mampu diemban utuh. Istilah peradaban ini dapat
diartikan sebagai perbaikan pemikiran, tata krama, dan rasa sehingga
menghasilkan pribadi dan generasi-generasi unggul di setiap lapisan zaman yang
berganti. Bagaimana seorang perempuan mampu menjadi kunci peradaban, apabila
dirinya tak dapat menghargai diri sendiri, tak dapat merubah dirinya kearah
yang lebih baik atau tak mau belajar memperbaiki diri, hak dan kewajibannya pun
enggan dia pelajari. Simaklah hadits Nabi SAW berikut ini: “Rumahmu mempunyai
hak atas dirimu, keluargamu mempunyai hak atas dirimu dan kamu mempunyai hak
atas dirimu maka berikanlah kepada para pemiliknya haknya masing-masing.” Hak
yang keempat tentu adalah hak Allah SWT. Tempatkan keempat sisi tersebut sebaik
mungkin sesuai posisinya, demikian pula dengan segala kewajibannya dengan penuh
tanggung jawab.
Teringat Ummul Mu’minin, sosok
teladan muslimah, dialah istri Rasulullah Muhammad SAW yaitu Khadijah binti
Khuwailid pantas menjadi wanita terbaik dunia. Perjuangan, pengorbanan jiwa dan
harta dalam menegakkan risalah telah membuktikan peran pentingnya sebagai istri
dan ibu yang memegang kunci peradaban yang unggul. Sosoknya hadir sebagai
pedagang wanita yang tangguh, sekaligus sosok istri yang taat dan ibu yang
penuh kasih sayang. Taman surga bagi Khadijah pun disampaikan Jibril melalui
Rasulullah. Harum taman surga telah tercium selama hidupnya. Rasulullah
merasakan kenyamanan dan ketenteraman bersama Khadijah.
Pertanyaan yang kemudian muncul
adalah: mampukah seorang istri atau ibu menjalani perannya sebaik mungkin,
apalagi sebagai kunci peradaban yang unggul? Peran suami mempunyai bagian
tersendiri dalam hal membimbing seorang istri untuk memahami peranannya.
Apabila sang suami tak pernah membimbing, memberi nasihat-nasihat, meniupkan
ruh keagamaan, bahkan menjadi imam dalam shalat lima waktu pun tidak pernah,
apalagi sekadar membangunkan untuk shalat malam. Akan sekuat apakah sang istri
dalam memahami peranannya? Seorang istri akan selalu mensyukuri jika suami
sudah lengkap shalat lima waktunya dan mengaji sesekali, itu sudah cukup bagi
istri, begitu sederhananya. Tapi, sekali lagi pertanyaannya: akan sekuat apakah
dia? Kodrat istri membutuhkan lebih banyak bimbingan suami. Seperti yang sering
kita dengar “arrijaalu qowamuna alannisa” suami adalah pemimpin istri. Lalu,
sudahkah para suami membuktikannya?
Sejak awal, kemantapan hati hadir
untuk menjadi sepasang kekasih yang selalu ingin sehati dalam suka dan pedih,
mewujudkan cita-cita yang telah terpatri untuk diraih dalam keridhaan ilahi.
Berdua saling memberi kekuatan, saling melengkapi dengan segala upaya yang
dapat direngkuh bersama. Indah bukan ketika pintu hati, bahkan pintu peradaban
terkuak akan selalu hadir bunga yang selalu mekar dan mewangi?
Nina Mariana
http://www.dakwatuna.com/2013/04/30645/istri-bunga-yang-tetap-mekar/
0 komentar:
Posting Komentar