Imam Hasan Al-Banna sejak lama
menegaskan, "Demokrasi bagi kaum liberal sekuler laksana dewa yang terbuat
dari kue. Diimani dan disembah jika menguntungkan dan berpihak kepada mereka.
Namun jika kurang berpihak, mereka memakannya dengan lahap."
Tidak sedikit kalangan Islam yang
terkecoh dengan makna demokrasi. Mereka menganggapnya suara rakyat suara tuhan,
rakyat berhak membuat UU yang menyingkirkan peran Pemilik alam semesta, Allah
Ta'ala. Pemahaman seperti ini mengakibatkan apapun yang berbau demokrasi menjadi
haram. Namun saat dibenturkan situasi kondisi yang pada kenyataannya, justru di
era demokrasilah, suara-suara lantang antidemokrasi diperbolehkan. Plus
realita, bahwa produk-produk demokrasi cenderung ramah, uniknya dibuatlah
istilah-istilah baru untuk menghalalkan menikmati produk demokrasi. Istilah
yang kurang lazim dikenal dalam khazanah keislaman.
Kasus Mesir kini membuka tabir
dusta pengusung demokrasi dan anti demokrasi. Pernahkah kita memperhatikan
produk deterjen atau produk pasta gigi yang seakan-akan berlawanan, padahal
sebenarnya dikeluarkan satu perusahaan yang sama, hanya berbeda segmentasi dan
target sasaran belaka? Unik bukan? Tujuannya adalah sama: Zimamul umur (kendali
semua urusan) harus tetap dikuasai kaum sekuler-liberal.
Musuh-musuh Islam sangat risih
dan cemburu dengan SDA dan kekayaan SDM di dunia Islam. Sekian abad lamanya,
mereka berpikir untuk melakukan balas dendam dengan menjadikan dunia Islam
sebagai wilayah aneksasi atau SDMnya bertekuk lutut dan bisa diperbudak.
Negara yang sudah tunduk,
musuh-musuh Islam membiarkan sistem kenegaraan apa adanya. Ada yang kerajaan,
keemiran, kesultanan, atau wali. Bahkan beberapa wayah Islam dibiarkan binasa
dikuasai penguasa diktator, rezim biadab. Yang penting urusan tetap dikuasai musuh-muauh
Islam. Maka di negara-negara demikian, hampir tak terdengar suara
antidemokrasi. Karena demokrasi tidak dibutuhkan.
Adapun di negara-wilayah yang
terbuka dikuasai elemen gerakan Islam melalui demokrasi, maka diciptakan elemen
gerakan Islam yang seakan murni 10000 % sesuai syariat, padahal sebenarnya
menggembosi kekuatan Islam dari dalam. Maka di beberapa negara yang sudah
menganut demokrasi, yang kemungkinan Muslim Haraki bisa menguasai dan mengelola
negara secara simultan dan mandiri, maka suara golput digalakkan, aktivitas
demokrasi diharamkan, dan pelakunya dikafirkan, dimunafikkan, bahkan
dimurtadkan. Maka paham antitesa demokrasi seperti ini marak di India,
Pakistan, Mesir, Indonesia, Malaysia, Palestina, Turki. Musuh Islam menekankan,
jangan sampai pemimpin gerakan Islam sukses meraih simpati publik seperti di
Turki yang mampu tegas melawan Israel, Yunani, bahkan Perancis.
Jadi, demokrasi selalu dibuat
seperti jelangkung. Datang dan pergi tergantung kondisi. Satu hal yang pasti,
umat Islam harus selalu dibuat tak berdaya. Jika perlu dibiarkan larut dalam
mimpi dan ilusi. Wallhu A'lam.
Oleh: Nandang Burhanudin
0 komentar:
Posting Komentar