pengumuman

pengumuman
Home » » "BBM, BLSM, Pencitraan Kah..?

"BBM, BLSM, Pencitraan Kah..?

Written By Unknown on Rabu, 05 Juni 2013 | 06.17



"BBM, BLSM, Pencitraan Kah..?"

Oleh : Syamsul Bahri

Rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada pertengahan Juni mendatang, ditanggapi beragam oleh berbagai kalangan. Baik mereka yang mendukung rencana tersebut, maupun mereka yang terang-terangan menolak. Masing-masing pihak tentu punya logikanya tersendiri yang menjadi dasar berfikir mereka dalam menilai sebuah kebijakan.

Misalnya, kubu yang mendukung rencana penaikan harga BBM ini berpandangan bahwa pemerintah harus berani mengambil keputusan yang tidak populis ini. Mengingat subsidi BBM telah menyedot  ratusan Triliun Uang Negara setiap tahunnya. Pada tahun 2013 saja, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp. 193 Triliun dari APBN untuk subsisdi BBM sesuai UU No. 19 tahun 2012. Selain itu, BBM bersubsidi yang sejatinya diperuntukkan bagi kalangan rakyat jelata, banyak dinikmati oleh kalangan berada. Uang Negara yang sedemikian besarnya itu tidak tepat sasaran. Jika subsidi terus diberikan, sama saja artinya dengan merogok kantong negara untuk mengamankan isi 'dompet' orang kaya.

Apalagi populasi mobil pribadi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, sehingga konsumsi BBM dipastikan bertambah pula yang implikasinya tentu pada biaya susbsidi yang akan ditanggulangi negara untuk menstabilkan harga. Jika demikian, maka APBN akan jebol dan sudah barang tentu Beban yang dipikul Negara kian berat.

Tidak hanya itu, mereka yang pro kenaikan harga BBM mencoba berandai-andai. Seandainya uang negara Rp. 193 Triliun itu, dialihkan untuk membangun infrastruktur atau program pemerintah yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat, niscaya masyarakat akan merasakan "kenikmatannya." Apalagi, masyarakat yang katanya miskin akan diberi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM-dulu BLT), sebagai konpensasi untuk menutupi kekurangan anggaran belanja masyarakat miskin akibat kebutuhan pokok yang dipastikan ikut naik sebagai imbas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM nantinya.

Logika berfikir seperti ini sah-sah saja menurut saya. Dan memang harus demikian, sehingga publik tahu dan mengerti kenapa pemerintah mengambil keputusan sedemikian beratnya itu.

Sebaliknya, mereka yang kontra dan menolak rencana pemerintah berpandangan bahwa pemerintah gagal mengelola energi dan dianggap tidak pernah serius membangun infrastruktur maupun suprastruktur yang mendukung proses tata kelola energi yang berdaulat. Misalnya, mekanisme impor minyak mentah oleh Pertamina yang tidak transparan. Sehingga memberikan keleluasaan bagi tangan-tangan kotor yang mencoba bermain dan mengambil keuantungan sebesar-besarnya dari "kerahasiaan" mekanisme impor pemerintah ini. Apalagi proses pengadaan minyak mentah ini tidak dilakukan di dalam negeri, tetapi di luar negeri, Yaitu di Singapura.

Selain itu, subsidi BBM yang terlalu besar juga diakibatkan oleh kelalaian impor BBM yang telah dilakukan pemerintah selama bertahun-tahun. BBM yang diimpor pemerintah adalah BBM berkualitas Pertamax (RON 90 dan 92) karena BBM RON 88 sudah jarang diproduksi Negara lain. Untuk menghasilkan BBM jenis Premium (sebagaimana jenis BBM yang disubsidi APBN), maka pemerintah harus menurunkan RON nya menjadi 88, yaitu dengan mencampurkan BBM Impor tersebut dengan Naptha (cairan perubah angka oktan). Praktik seperti ini justru meningkatkan cost BBM hingga harga keekonomian Premium menjadi lebih dari Rp.9.500/liter, bahkan disinyalir justru lebih mahal dari Pertamax, sehingga besaran subsidi BBM secara keseluruhan membengkak.

Kelalaian impor BBM yang telah bertahun-tahun ini seolah-olah dibiarkan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari arus minyak nasional yang tidak mengalami perubahan signifikan selama 5 tahun terakhir ini. Selain impor BBM meningkat, impor minyak mentah juga terus terjadi karena minyak mentah hasil perut bumi Indonesia di ekspor. Minyak mentah Indonesia di ekspor karena tidak sesuai dengan spesifikasi kilang minyak dalam negeri. Seandainya, pemerintah serius membenahi pengelolaan energi nasional, tentulah kilang-kilang minyak dalam negeri akan dibangun sesuai spesifikasi minyak mentah Indonesia, untuk menghindari impor BBM yang terus meningkat.

Alasan berikutnya adalah rencana pemerintah menggelontorkan program BLT atau BLSM. Niat pemerintah ini dianggap syarat muatan politik dan hanya sebagai pencitraan belaka yang akan menjadi "air suci" yang mensucikan pemerintah dari segala kotoran dan dosa politik yang telah mereka perbuat selama ini.

Anggapan tersebut cukup beralasan. Dilihat dari skenario 2008 yang dilakukan pemerintah. Pada tanggal 24 Mei 2008 harga BBM dinaikan menjadi Rp.6.000/liter, lalu pada 1 Desember 2008 diturunkan menjadi Rp.5.500/liter, pada tanggal 15 Desember 2008 diturunkan lagi jadi Rp.5.000/liter, dan pada  15 Januari 2009 (persis 3 bulan sebelum Pemilu 2009) harga BBM diturunkan lagi menjadi Rp.4.500/liter. Sehingga ada 2 keuntungan politis yang dirampas pemerintah, pencitraan lewat pembagian BLT dan pencitraan dengan penurunan harga BBM hingga 3 kali.

Pernyataan yang cukup pedas juga datang dari pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Ichsanudin Noorsy yang menyebut program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) berasal dari utang negara. Buktinya, menurut Dia, hal tersebut tertera di laman situs Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa BLSM bersumber dari ADB dengan nama singkatan  proyek DPSP (Development Policy Support Program). Selain itu, juga dibiayai oleh Bank Dunia (World Bank) dengan sumber utang dengan nama proyek DPLP tahap 3.

Dari beberapa argumentasi yang disampaikan oleh kedua belah pihak tersebut, maka Saya dapat menyimpulkan:

1. Subsidi BBM telah membebani keuangan negara hingga Rp. 193 Triliun dari APBN 2013. Hal tersebut sangat wajar, mengingat kebijakan pemerintah dalam tata kelola energi tidak transparan dan terkesan di abaikan.

2. Tidak sepatutnya, kesalahan tata kelola energi oleh pemerintah, dibebankan kepada rakyat secara merata. Padahal, kesalahan tersebut bersumber dari pemerintah itu sendiri.

3. Seharusnya, pemerintah lebih serius membangun infrastruktur yang mendukung proses tata kelola energi dalam negeri. Seperti kilang minyak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan  Sehingga minyak mentah hasil bumi yang seharusnya diolah di dalam negeri, tidak terus-menerus di ekspor ke luar negeri, padahal kebutuhan energi dalam negeri belum sepenuhnya dapat terpenuhi.

4. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bukanlah solusi yang tepat untuk membantu kesulitan masyarakat. Mengingat aroma nuansa politik dibalik program tersebut susah disembunyikan, apalagi Pemilu 2014 sebentar lagi akan digelar.

5. Jika memang apa yang disampaikan oleh pengamat Ekonomi dan Kebijakan publik, Ichsanudin Nursy itu benar adanya, maka sesungguhnya pemerintah telah menggadaikan kadaulatan negeri ini kepada pihak asing. Kemudian menutupi semua itu dengan kedok memberikan BLSM.

6. Sebaiknya pemerintah berfikir ulang, mengingat pada waktu tersebut bukan saat yang tepat untuk menaikkan harga BBM. Karena bertepatan dengan bulan Ramadhan dan persiapan Idhul Fitri serta Tahun Ajaran baru. Di mana, pada masa itu inflasi dipastikan juga akan meningkat.

7. Jika pemerintah bersikukuh dengan pendiriannya, maka saya juga menyerukan masyarakat Indonesia menyatakan sikap, "Tolak Kenaikan Harga BBM!" Sekian.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Humas PKS Lotim
Copyright © 2011. PKS Gumi Selaparang | Lombok Timur - NTB - All Rights Reserved
Template Created by Mas Template
Proudly powered by Blogger