Kita memang tidak punya pilihan
di depan takdir Allah SWT yang bersifat seperti ini; kita dilahirkan di atas
tanah apa, pada zaman apa, dari etnis apa, dan pada situasi seperti apa. Itulah
nasib yang tidak mungkin diubah. Kumulasi dari itu semua yang selanjutnya kita
sebut lingkungan. Para ahli pendidikan kemudian memberikan porsi yang sangat
besar terhadap lingkungan sebagai faktor determinan yang mempengaruhi dan
mewarnai pertumbuhan seseorang.
Akan tetapi, sejarah memberikan
beberapa kesaksian yang mungkin bisa disebut pengecualian. Dan, para pahlawan
memang merupakan pengecualian. Mereka pada mulanya juga lahir dari kumulasi
lingkungan yang sama, tetapi pada akhirnya muncul dengan warna yang sama sekali
berbeda dengan generasi angkatannya yang lahir dari lingkungan tersebut. Jadi,
input lingkungannya sama, tetapi output efeknya berbeda.
Inilah cerita seorang penulis
tentang Hasan Al-Banna, pemimpin pergerakan Islam terbesar abad ini. Ia (Hasan
Al Banna), kata sang penulis, tumbuh sebagaimana kami tumbuh, pada lingkungan
yang sama tempat kami berkembang, pada sekolah yang sama tempat kami belajar,
sejak dari tingkal dasar sampai perguruan tinggi, dan tentu juga dengan
kurikulum yang sama. la juga menyaksikan dan merasakan kemiskinan,
keterbelakangan, dan kerusakan sosial di Mesir sebagaimana kami umumnya. la
juga membaca buku dan media cetak yang kami baca. Tidak ada yang istimewa dalam
latar lingkungannya, baik di rumah maupun di sekolah atau di masyarakai.
Namun, hasilnya kemudian berbeda.
la muncul sebagai pembaharu dan pemimpin. Lantas, dimanakah rahasianya? Tidak
mudah memang memberikan jawaban yang sangat definitif untuk masalah ini. Akan
tetapi, setidaknya ada dua faktor yang dapat disebut di sini. Pertama, semua
itu sepenuhnya adalah karunia Allah SWT untuk masyarakat yang hidup di
zamannya. Sebab, Rasulullah saw pernah bersabda, “Jika Allah SWT meridhai suatu
kaum, maku Allah akan mengangkat orang-orang terbaik dari mereka sebagai
pemimpin. Dan jika Allah memurkai suatu kaum, maka Allah akan mengangkat
orang-orang terjahat dari mereka sebagai pemimpin.” (HR. Tirmizi).
Jadi, para pahlawan itu adalah
hadiah langit untuk penduduk bumi. Karena itu, mereka memang mendapat inayah
Allah SWT sejak awal pertumbuhan hingga saat mereka mementaskan peran
kesejarahan mereka.
Kedua, para pahlawan biasanya
mempersepsi lingkungannya dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang. Pada
banyak orang, kesulitan-kesulitan yang tercipta dari kumulasi lingkungan
dianggap sebagai nasib yang niscaya dan tidak dapat diubah. Jadi, sejak awal
mereka kalah di depan nasib itu. Para pahlawan justru melihat lingkungan itu
sebagai objek yang harus diubah dan kendali perubahan itu ada pada manusia.
Jadi, sejak awal mereka berpikir sebagai pelaku atau perubah. Mereka mungkin
lapar, tetapi mereka lebih banyak memikirkan kemiskinan sebagai fenomena sosial
yang harus diubah. Mereka mungkin dari keluarga tidak terdidik, tetapi mereka
kemudian berpikir menjadi otodidak dan bagaimana mengembangkan pendidikan.
0 komentar:
Posting Komentar