Tahun 2013 menjadi tahun politik
yang “panas”. Suhu cuaca meningkat lebih gerah dari sebelumnya. Di NTB
khususnya, rasa-rasanya ingin bawa “alat pendingin” kemana-mana. Komentar
sedikit saja, langsung dikaitkan-kaitkan dengan Pemilukada. Gaung demokrasi
masuk ke pelosok dari banyak perkumpulan sampai pada diskusi ringan warung kopi
pembicaraannya berkisar soal “kira-kira siapa yang akan menang?” dari
“kira-kira” ini, spekulasi banyak bermunculan. Bahkan statmen Paranormal
semakin laku dibincang.
Pesta demokrasi, begitu kata
orang-orang. Tingkah laku ini diam-diam menarik juga untuk dilihat sebagai satu
catatan: daerah kita maju-bersaing sebagai pola relasi tumbuh kembangnya demokrasi.
Dan judul tulisan yang mengambil tiga sisi ini mencoba melihat gerak itu
sebagai satu renungan panjang dari ragam gerak orang-orang. selebihnya mari
menafsir sendiri-sendiri.
Survey (Penelitian)
“Tidak ramai rasanya jika
Pemilukada tanpa publish hasil survey” begitu komentar yang saya dengar dari
seorang teman ketika membaca hasil elektabilitas yang dilakukan oleh salah satu
lembaga survey beberapa waktu lalu. Lembaga survey “kebanjiran” order menjelang
pemilukada. Lembaga-lembaga survey jauh hari semacam “alat ramal” bagi para
kandidat yang hendak bertarung di Pemilukada.
Hasil survey (statistik
parametrik) biasanya terdapat empat syarat yang harus dapat dipenuhi sehingga
data menjadi valid. Empat syarat tersebut diataranya: normalitas, homogenitas,
heterogenitas dan linieritas. Terlepas dari empat syarat tersebut, sekali lagi
hasil analisa lembaga survey “mengambil posisi” sebagai alat dongkrak
popularitas yang diharapkan memberi berpengaruh pada signifikan tidaknya suara.
Di salah satu forum diskusi di
facebook (fb) tak jarang publikasi hasil survey menjadi bahan perdebatan.
Pendukung pasangan (Cagub/ Cawagub) yang secara kebetulan (tidak) diuntungkan
oleh hasil survey tersebut: berkomentar, mengkomplain hasil survey seperti
konsumen yang mengkomplain produk barang “jadi” yang terlanjur dibelinya. Dan
untuk sebagian pendukung yang merasa “jagoannya” dimenangkan oleh hasil survey
tersebut berkomentar mencari-cari pembenaran yang dikait-kaitkan dengan hasil
survey. Fenomena yang menarik, semakin meningkatnya akun abal-abal (akun palsu)
yang sengaja diciptakan sebagai salah satu cara counter isu media sosial.
Hasil survey ini tak jarang
disandingkan dengan hasil ramalan Paranormal. Lucu memang, menjelang pemilukada
bukan hanya lembaga survey yang kebanjiran orderan, bahkan tak jarang
Paranormal juga mengambil posisi yang “menguntungkan” dengan statmen-statmen di
surat kabar. Terlepas dari apakah ini soal “pesanan”, valid atau tidak hasilnya
kemudian, fakta init toh menjadi salah satu strategi pilihan yang berusaha
untuk “menekan keyakinan” publik pada Pemilukada.
Bagi lembaga survey, dalam
membahasakan data hasilnya pendekatan metodologi memang penting dipublikasi
untuk membedakan hasil survey dengan hasil ramalan Paranormal. Paranormal yang
statmennya kadang sulit diterima akal, cukup dari hasil penerawangan, ramalan
mimpi lantas semacam “hendak” menggiring alam bawah sadar tentu saja konyol
untuk sebagian orang. Tetapi tidak sedikit juga yang masih meyakini sebagai
pencitraan untuk harapan kemenangan.
Semacam bisnis politik menjelang
Pemilukada, lebih jauh tak akan dibahas dalam tulisan ini berangkat dari banyak
pengalaman hasil survey sementara tak jarang mengecewakan setelah perhitungan
suara pada hari H dilakukan. Bukan meragukan kapasitas Lembaga Survey tetapi
dumee (modifikasi data) hasil survey juga tak lepas dari kemungkinan faktor
human error. Maka publik juga perlu bijak menyikapi hasil survey. Yang merasa
“dimenangkan” sebaiknya tidak terlalu yakin dengan bayang-bayang kemenangan
karena bisa jadi ini sisi kelemahan, maka penting untuk mempertahankan
elektabilitas lapangan. Dan bagi yang merasa tidak diuntungkan, jangan lantas
mencibir dengan buru-buru mengatakan “ini rekayasa” karna bisa jadi hasil
survey juga dapat menjadi evaluasi kinerja bagi tim pemenangannya.
Sekali lagi survey penting ada
untuk “melihat” sejauh mana elektablitas pemilih di NTB dalam menentukan suara.
Meskipun ada juga kandidat yang tidak menggunakan “jasa survey ini untuk
berandai-andai dalam menentukan sikap. Cukup dengan melihat publikasi hasil
survey lawan, mereka sudah dapat informasi di mana titik-titik rawan untuk
“menyerang”.
Support (Mendukung)
Saya termasuk penggemar acara adu
bakat, X-Factor Indonesia yang disiarkan langsung oleh TV swasta setiap Jumat
malam,. Suara-suara kontestan terbilang unik dengan aransemen lagu dan
penampilan panggung yang gemilang. Nama-nama seperti Fathin Zidkia Lubis,
Novita Dewi, Alex Rudiarth (salah tiganya) menjadi nominasi nama-nama kontestan
dengan aksi panggung yang cemerlang bagi saya sayang untuk dilewatkan.
Pola penjaringan bakat dalam
kontes suara satu ini terbilang unik (faktor x) karena setiap kontestan
“didampingi” oleh musisi-musisi ternama sebut saja Ahmad Dhani, Anggun, Baby
Romeo, dan Rossa. Sekaligus bertindak sebagai komentator untuk penampilan para
kontestan setiap minggunya. Sebagai bisnis media, persamaan yang dengan kontes-kontes
lainnya tentu saja pada pooling suara dan SMS pemirsa yang menentukan kontestan
ini terus bisa tampil di panggung atau tereliminasi.
Beginilah dalam setiap kontes
ajang pencarian bakat, tidak dapat dinilai penuh dari aksi panggung juga
kemasan penampilannya akan ada faktor-faktor lain yang tetap harus
diperhitungkan termasuk dukungan pemirsa yang dapat disalurkan melalui SMS atau
call center yang disediakan panitia. Pendukung yang berkontribusi banyak untuk
menentukan siapa pemenang sekali lagi merupakan gejolak suara pemirsa dari
konsekwensi laku kerasnya tontonan yang disuguhkan. X-Factor Indonesia
mengejawantah dalam Pemilukada NTB.
Empat calon kandidat yang sudah
dipastikan lolos oleh KPU untuk berlaga dalam Pemilukada NTB 2013 tidak lepas
dari keberadaan Parpol yang mendukungnya (baca: diusung) sebagai kendaraan.
Meskipun salah satu kandidat dari calon independen gagal untuk turut berlaga
pada 13 Mei nanti. Empat kandidat yang lolos seleksi calon antara lain:
Pasangan Suryadi Jayadi Putra berpasangan dengan rekan separtainya Johan
Rosihan dari PKS yang menyebut dirinya pasangan SJP-JOHAN diusung oleh dua
Parpol lainnya yaitu PBR dan PPRN. Pasangan K.H Zulkifli Mahadli berpasangan
dengan Prof. Dr. M. Ichsan (ZUL-ICHSAN) diusung PBB, PKPB dan PKNU, pasangan
incumbent Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, MA. Berpasangan dengan H.M Amin, SH
yang populer disebut pasangan TGB-AMIN diusung oleh tujuh Parpol diantaranya
Partai Demokrat, Golkar, PDI-Perjuangan, PAN, PPP, PKB, Gerindra. Dan pasangan
yang menyebut dirinya sebagai pasangan HARUM (H. Harun Al-Rasyid dengan Dr.
Muhyi Abidin) diusung oleh Partai Hanura dan Parpol non parlemen.
Kandidat pasangan Cagub-Cawagub
yang balihonya sudah terpajang dimana-mana. Sepanjang pinggir jalan, tertempel
di pohon-pohon, kadang membuat kita merasa sedang melewati etalase panjang
pasar bernama Pemilukada. Baliho-baliho yang terpasang, sebagai cara
sosialisasi dan bentuk harapan dukungan pemilih.
Surprise (Kejutan)
“wow!!” Satu ungkapan akhir-akhir
ini sering kita dengar akrab dalam komunikasi sehari hari. Sebagai ungkapan
yang mewakili keterkejutan. Pemilukada yang terus-menerus berusaha di-yakin-i
untuk dapat dimenangkan satu putaran hampir oleh keempat pendukung pasangan.
Optimisme bagi tim pemenangan menjadi kata kunci yang penting sebagai salah
satu cara untuk mempengaruhi kelompok-kelompok masyarakat.
Kejutan-kejutan menyenangkan
sering dimimpikan banyak orang. Kejutan yang juga sering kita saksikan berupa
tontonan reality show “Jumpa Selebritis” (misal) Bagaimana sosok artis
tiba-tiba mengunjungi fans “beratnya” lalu histeris. Acara semacam ini sering
kita saksikan di layar kaca “dikemas” sedemikian rupa menjadi hal yang “wow”
untuk sebagian orang.
Sekali lagi, surprise (kejutan)
dalam Pemilukada tentu saja berbeda dengan acara reality show yang dimaksud di
atas. Kejutan bukan semata-mata hal yang menyenangkan bukan? karena kejutan
yang tidak menyenangkan pun kita lupa memaknainya sebagai sebuah kejutan.
Karena sistem otak bawah sadar kita (mungkin) sudah terlanjur mensetting
“kejutan identik dengan sesuatu yang menyenangkan”. Jika dapat dirumuskan dalam
tulisan ini “Survey + Dukungan= Kejutan” atau bisa jadi “Survey - Dukungan =
Kejutan” (rumus yang masih dapat dimodifikasi menurut saya). Perkara kejutan
ini akan menyenangkan atau megecewakan menjadi konsekwensi dari satu
pertarungan.
Siapa penerima kejutan? Penerima
kejutan dalam tulisan ini adalah mereka yang terlibat aktif dalam setiap proses
yang terbangun. Saran saya, dalam Pemilukada NTB kali ini jadilah pencipta
kejutan yang mendukung kandidat anda. Karena konon ada juga yang “lebih suka”
masuk menyebut dirinya sebagai “golongan putih” (Golput) tidak ingin
menyalurkan hak suara dengan berbagai alasan.
Bukan berarti penulis tak
menghormati mereka yang Golput sebagai sebuah pilihan, akan tetapi Golput bisa
jadi selemah-lemah iman dalam menentukan suara. Jika kita yakin dengan pilihan
pada kandidat untuk mendukung perubahan atau meneruskan pembangunan yang sudah
ada kearah kemajuan, maka suara-suara penting untuk disalurkan. Karena kejutan
bukan saja untuk kandidat tapi lebih dari itu NTB membutuhkan kejutan-kejutan
pembangunan dari pemimpin muda yang cemerlang. Wallahualambissawab***
Maya Rahmayanti
http://politik.kompasiana.com/2013/03/29/survey-support-dan-surprise-euphoria-menjelang-pemilukada-ntb-546126.html
0 komentar:
Posting Komentar