Media massa dan banyak pihak
nampak tengah menyoroti keberadaan PKS dan segala tindak-tanduk yang dilakukan
oleh partai maupun kader partai yang satu ini. Dari mulai kasus (dugaan)
keterlibatan mantan pimpinannya dalam masalah impor daging sapi yang sampai
detik ini belum terbukti kebenarannya, masalah beberapa kader PKS yang
berpindah ke partai lain, masalah pengunduran diri kader PKS dari kursi DPR RI
karena ingin fokus mempersiapkan PKS untuk siap menjadi “petarung” dipemilu
2014 sampai dengan masalah keinginan PKS untuk gol masuk tiga besar dalam
pemilu 2014, semuanya menjadi sorotan. Apapun yang dilakukan oleh PKS, sekecil
apapun itu, bisa menjadi “komoditi” yang menarik untuk diblow up oleh banyak
media maupun oleh individu. Ya wajar saja, hampir tidak ada parpol yang lepas
dari sorotan media dan masyarakat untuk saat ini, apalagi menjelang pemilu
2014, ekskalasi politik di negeri ini tentu tengah memanas dan sebentar lagi
(mungkin) akan muncul berita tentang PKS, berkaitan dengan pileg. Kita tunggu
saja, berita seperti apa yang akan dimunculkan oleh kalangan media massa dan
“para pengamat” PKS itu.
Kondisi tersebut ternyata
memberikan efek yang tidak sedikit, baik bagi simpatisan, terlebih bagi
kader-kader partainya. Hampir disetiap sudut tempat, tidak sedikit orang yang
hari ini mempertanyakan konsistensi PKS. Tidak sedikit juga pihak yang
menggerogoti PKS dengan membenturkannya melalui berbagai permasalahan yang
(katanya) tengah memporak-porandakan partai ini hingga mencuatkan perkara asas
yang selama ini diusung oleh PKS. Mata-mata yang menatap dengan sinis bahkan
tak jarang terkesan memojokkan dan merendahkan semakin banyak bermunculan.
Ujian yang tengah melanda PKS diramalkan sebagai bencana perpecahan dalam
internal PKS dan dikemas sedemikian rupa sebagai sebuah bukti yang menunjukkan
bahwa PKS inkonsistensi dan tidak pantas mendapat dukungan terlebih simpati
dari rakyat.
Wah…wah…wah…saya yang biasanya
memilih untuk menutup telinga, pada akhirnya mulai tergelitik juga untuk lebih
mencermati fenomena tersebut, bahkan saya jadi tertarik, ingin tahu akan
seperti apa mayoritas masyarakat di negeri ini merespon berita-berita tentang
PKS? dan bagaimana kemudian mereka menyikapinya? ternyata, sebelum ada cukup
dana untuk melakukan “riset” sederhana berkaitan dengan hal yang membuat saya
tergelitik itu, sedikit banyaknya saya sudah bisa melihat respon yang ingin
saya lihat tersebut, bahkan tanpa basa-basi, respon itu langsung tertuju kepada
saya.
Pertanyaannya, kenapa kalau ternyata saya adalah kader PKS?
Itu sekedar pertanyaan sederhana
yang saya ajukan kepada mereka yang terang-terangan menggoyang PKS, termasuk
menggoyang kader-kadernya. Apakah karena saya kader PKS sehingga saya dinilai
tidak ada bedanya dengan PKS itu sendiri? dan apakah karena saya kader PKS,
lalu seolah-olah dipandang tidak konsisten dalam bermuamalah?. Sesungguhnya
tidaklah seperti itu, masalah penialaian dan pandangan manusia bukanlah menjadi
tujuan, akan tetapi meluruskan penilaian dan pandangan itu yang menjadi
kebutuhan. Menurut hemat saya, setiap kader PKS akan mengatakan salah jika
memang PKS benar-benar melakukan kesalahan, karena tidak mungkin membenarkan
sesuatu yang salah dan menyalahkan sesuatu yang benar ketika bisa memahami
duduk permasalahannya dengan baik dan tidak memandangnya secara parsial. Lalu
perkara inkonsistensi, sempit sekali jika kita berpikir bahwa kader PKS
semuanya sama saja, demikian halnya dengan PKS itu sendiri. Perlu diingat bahwa
masalah muamalah tidak bisa kita pandang mutlak sebagai milik golongan.
Muamalah secara individu bisa jadi jauh lebih banyak daripada muamalah secara
golongan atau kelompok. Jadi masalah inkosistensi antara kader dengan partai
saya pikir berbeda, karena latar belakang keduanya berlainan sehingga akan
sulit jika disejajarkan.
Lalu kenapa jika ternyata saya adalah kader PKS?
Label “kader PKS’ bukanlah alasan
untuk kemudian kita menyudutkan mereka yang juga memiliki label itu. Dalam
tubuh PKS sendiri tidak pernah dimunculkan sinisme terhadap kader manapun,
bahkan terhadap mereka yang tak berlabel kader sekalipun. Pada akhirnya kita
harus belajar untuk memfiltrasi antara permasalahan yang tengah menguji PKS
dengan keberadaan dan pribadi dari setiap individu kader PKS. Tidak ada
larangan untuk mengkritisi PKS dan kader-kadernya, akan tetapi perlu
diperhatikan dengan jelas titik permasalahannya apa dan bagaimana cara kita
menyampaikannya. Menjadi kader PKS saya pikir bukanlah sebuah kesalahan, tapi
itu hanyalah sebuah pilihan.
Pilihan yang pada akhirnya harus
membuat pemilihnya siap dengan segala konsekuensi yang akan ditemuinya
sepanjang ia berjalan pada pilihan itu dan bagi mereka yang tidak mengambil
pilihan yang sama, haruskah juga bersikut tangan karena permasalahan yang
terkadang tidak dipahami dengan lebih baik?. Belajar untuk tidak memukul rata
suatu perkara adalah sikap yang jauh lebih bijak.
Dan kembali saya bertanya, kepada
mereka yang begitu memperhatikan PKS hingga selalu membantu saya meng-up date
informasi tentang PKS, kenapa jika ternyata saya adalah kader PKS?.
Arinda Putri | Kompasiana
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/04/08/kenapa-jika-saya-adalah-kader-pks-549159.html
0 komentar:
Posting Komentar