pengumuman

pengumuman
Home » , » Sekilas Sejarah Tuan Guru di Gumi Sasak

Sekilas Sejarah Tuan Guru di Gumi Sasak

Written By Unknown on Sabtu, 25 Mei 2013 | 11.45

Kalau kita kembali ke masa lalu, istilah Tuan Guru bisa ditelusuri pada abad 18 ketika tiga orang alim yang pertama kali memakai istilah Tuan Guru. Yakni Tuan Guru Umar Kelayu, Tuan Abdul Hamid Presak Pagutan, dan Tuang Guru Sekar Bela. Konon ketiga Tuan Guru ini sangat hangat persahabatannya satu dengan yang lain, terutama pada tingkat toleransi tinggi dalam perbedaan pendapat. Ketiga beliau ini memang cukup lama mukim di tanah Hijaz untuk menunaikan ibadah Haji sekaligus menuntut Ilmu.

Kalau kita mengamini pendapat Azyumardi Azra, tanah Suci Mekkah (dan Madinah) pada masa itu memang menjadi pusat keilmuwan karena menjadi tempat berkumpulnya para alim-ulama dari berbagai penjuru dunia. Keberagaman itu dikelola dengan sangat apik oleh penguasa Mekkah dan Madinah sehingga dinamika keilmuwan berkembang demikian maju pada saat itu. Para ulama yang datang dari Nusantara pada saat itu disebut sebagai ashab al-jawiyin atau orang-orang Jawah. Sebutan Jawah merupakan pemberian seorang peneliti Barat bernama Ludivico Vanathema pada tahun 1502 untuk ulama-ulama mumpuni dari seantero Nusantara.

Ikatan-ikatan keguruan ini tentu saja melahirkan imajinasi kebangsaan yang lebih tua dan lebih solid daripada yang dibayangkan oleh tokoh pergerakan nasional satu abad setelahnya. Ashab al-Jawiyin sangat menjunjung tinggi tali sosial di antara mereka. Oleh karena ikatan keilmuwan yang demikian kuat, konon Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari menolak (mengharamkan) bentuk organisasi apapun karena beliau takut akan memecah belah ikatan kebangsaan. Dan ulama-ulama ”jawah” pada saat itu bukanlah penerima pasif ilmu-ilmu Islam Arab seperti banyak didugakan orang, justru para ulama-ulama Jawah menjadi produsen pengetahuan yang sangat dihormati, dan beliau-beliau membawa tipologi keislaman yang kuat sekali bentuknya.

Sebelum tiga Tuan Guru pertama tersebut, konon ada banyak sebutan untuk orang-orang alim di gumi Sasak. Seperti istilah Lebe (modin, mbah kaum dalam konteks Jawa). Dan besar sekali kemungkinan bahwa banyak sekali alim ulama yang menetap di Lombok sebelum masa Tiga Tuan Guru Pertama Sasak tersebut. Ulama ”ampuh” bernama Syeikh Abdul Muhyi Pemijahan (Jawa Barat) misalnya, lahir di Lombok pada paruh awal abad 17. Ayahnya bernama Lebe Wireatmakusuma, seorang bangsawan keturunan Pajajaran (memang perlu diteliti lebih jauh pengaruh Pajajaran dalam konteks Sasak). Setelah berumur 19 tahun beliau meninggalkan gumi Sasak menuju Ampel (surabaya) untuk memperdalam pengetahuan keagaamaan beliau. Syeikh Abdul Muhyi dikenal sebagai Wali kesepuluh Tanah Jawa karena tingkat kealiman, terutama pencapaian keruhanian beliau. Diperkirakan beliau adalah kakak seperguruan dari ulama Legendaris dari Makassar, yakni Syeikh Yusuf Khalwati al-Makassari, dan sama-sama pengembang ajaran Martabat Tujuh dari Tarekat Syatariah. Seperti diketahui bahwa martabat tujuh bukan saja doktrin tasawuf saat itu tetapi sudah dijadikan dasar-dasar untuk melahirkan sistem politik yang sangat demokratis (bandingkan misalnya dengan penelitian Tony Rudiansyah mengenai Buton).

Soal sebutan atau istilah Tuan Guru, apakah ini pengaruh dari Banjarmasin, Sumatera atau dari Makassar? Di tanah Banjar istilah Tuan Guru memang dikenal luas. Kemungkinan pengaruhnya sampai ke Lombok, terbukti dengan diajarkannnya sejumlah karya ulama Banjar, seperti Bidayatul Muthadin karya Syeikh Arsyad al-Banjari dalam bidang Fikih dan Darrun Nafis karya Syeikh Nafis al-Banjari dalam bidang Tasawuf (Kitab ini juga menguraikan martabat tujuh).

Sebab di tanah Makassar dan Bugis, istilah Tuang Guru memiliki konotasi negatif, yakni dikaitkan dengan ulama-ulama yang modernis, tidak tradisionalis. Para pembaharu yang terlalu banyak kutipan ayat-ayat Suci Al-Qur’an dan Hadist daripada uraian-uraiannya sendiri terhadap kedua sumber keilmuwan Islam tersebut.

Kalau dilihat ukuran waktunya, maka Tiga Tuan Guru Pertama di Bumi Sasak tersebut sezaman dengan masa Syaikhona Khalil Bangkalan, dan menurut sebagian orang Sasak bahwa Syaikhona Kholil memiliki hubungan dekat dengan Tiga Tuan Guru Pertama di Bumi Sasak, terutama dengan Tuan Guru Umar Kelayu (tidak sedikit yang mengatakan bahwa kedua beliau ini memiliki hubungan keluarga yang nantinya melahirkan seorang Tuan Guru legendaris bernama Tuan Gura Akhmad Tretetet: seorang Tuan Guru yang dikenal karena karomah-karomahnya).

Kebetulan ketiga Tuan Guru Pertama di Gumi Sasak karena lamanya berada di Tanah Suci menikahi sejumlah keturunan Kiai-Kiai Jawa dan Sunda yang ternama. Tuan Guru Umar Kelayu menikah dengan putri Kiai Jawa dari Banyuwangi yang diduga kerabat dekat Syaikhona Kholil Bangkalan. Tuan Guru Abdul Hamid menikahi seorang putri Kiai dari Banten. Demikian juga denganTuan Guru Sekarbela.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Humas PKS Lotim
Copyright © 2011. PKS Gumi Selaparang | Lombok Timur - NTB - All Rights Reserved
Template Created by Mas Template
Proudly powered by Blogger