Mataram - Anggota DPR Komisi VII Zulkiflimansyah mengatakan PT
Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) diharuskan membangun "smelter" atau
tempat pemurnian konsentrat di Indonesia, sesuai amanat Undang Undang Nomor 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
"Ada klausal dari konstitusi
yang mengharuskan mereka (Newmont) bikin `smelter`. Ini masalah serius yang
dihadapai Newmont dan mudah-mudahan ada solusinya, dan kita (Pemerintah
Indonesia) harus memperlakukannya dengan baik tapi juga hukum harus
ditegakkan," kata Zulkiflimansyah, di Mataram, Sabtu.
Ia mengatakan, kini persoalan
"smelter" bagi perusahaan tambang minerba yang beroperasi di
Indonesia menjadi sangat penting, daripada persoalan lainnya terkait
pertambangan seperti masalah divestasi saham.
Menurut dia, pihak Newmont
mengklaim butuh investasi yang cukup banyak untuk membangun
"smelter", namun harus ada solusi tepat karena pemerintah juga tidak
ingin kehilangan muka jika hanya karena kepentingan satu investor lalu
konstitusi tidak ditegakkan.
"Makanya diperlukan dialog
dan diskusi sehingga sama-sama saling pengertian," ujarnya.
Sebelumnya, Komisaris PT Newmont
Nusa Tenggara DR Kurtubi mengatakan, pengelolaan biji tambang emas dan tembaga
diupayakan berlangsung di Indonesia agar tidak harus dibawa ke luar negeri.
Kurtubi mengaku akan bekerja
keras memperjuangkan keberadaan tempat pengolahan biji tambang atau
"smelter di Indonesia, untuk mengolah hasil tambang tembaga dan emas PTNNT
yang selama ini selalu dilakukan di luar negeri.
Sejauh ini, konsentrat yang
dihasilkan dari lokasi tambang PTNNT di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat,
diangkut dari gudang penyimpangan di Benete (berkapasitas sekitar 80 ribu ton)
ke berbagai negara yakni Indonesia, Jepang, Australia, Korea, India dan Eropa,
serta negara lainnya, untuk diolah lebih lanjut.
"Saya sebagai Komisaris
PTNNT akan berupaya dengan cara saya, misalnya saat RUPS, tidak harus dibawa ke
luar negeri, juga tidak hanya ke Gresik (smelter milik Bakrie Group),"
ujar Kurtubi.
Kepala Dinas Pertambangan dan
Energi (Distamben) Provinsi NTB M Husni mengatakan, pemerintah terus mendorong
PTNNT agar membangun industri pemurnian konsentrat karena ekspor bahan mentah
hasil tambang tidak diperbolehkan lagi pada 2014.
Pemurnian mineral secara
keseluruhan di dalam negeri akan mendatangkan nilai tambah bagi masyarakat NTB.
Undang Undang Nomor 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), beserta Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Minerba, mengamanatkan upaya peningkatan nilai tambah di dalam
negeri.
Perusahaan tambang diwajibkan
mengolah hasil tambang di dalam negeri dan dilarang mengekspor bahan mentah,
terutama mineral logam seperti litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium,
emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, bauksit, dan zirconium.
"Kami terus mendorong
Newmont untuk bangun industri pengolahan konsentrat, kalau tidak bisa skala
besar yang menengah saja misalnya," ujarnya.
Menurut Husni, manajemen PTNNT
sudah melakukan kajian tentang industri pemurnian konsentrat di wilayah NTB,
namun belum melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Provinsi NTB maupun
pemerintah pusat.
Diduga, PTNNT masih enggan
membangun industri pemurnian konsentrat itu karena dua alasan utama yakni
adanya keterbatasan daya dukung lingkungan, dan belum berintegrasi dengan
industri terkait lainnya seperti Petrokimia.
"Newmont sudah kaji tetapi
belum laporkan hasilnya, mungkin karena dua hal itu. Tetapi, kami terus
mendorong agar dapat membangun industri pemurnian konsentrat skala menengah,
dan Pemprov NTB akan memfasilitasinya, seperti menyediakan peraturan daerah
yang antara lain menekankan isu besar yakni soal nilai tambah usaha
pertambangan," ujarnya.
Kini, NTB telah memiliki perda
pengelolaan tambang minerba, yang ditetapkan 20 Februari 2012. Dalam perda itu
juga diatur tentang pengelolaan "smelter" atau penampungan konsentrat
hasil eksploitasi.
*Antara NTB
0 komentar:
Posting Komentar