Medan
Sindrom kekuasaan atau power syndrom merupakan sifat yang dikonotasikan negatif terhadap mental seseorang yang tidak sehat terhadap kekuasaan. Semakin tinggi jabatan seseorang, maka semakin tinggi pula kekuasaan yang dipegang. Para intelek memiliki visi yang berbeda- beda untuk memperluas jaringan kekuasaan. Ada yang terdorong untuk memperbanyak harta, disegani dengan tingginya jabatan, untuk kemaslahatan umat, atau bahkan agar karena pujian.
Sistem demokrasi Indonesia
menghalalkan para tokoh untuk dapat merebut kekuasaan melalui partai. Metode
pemilihan kader partai yang akan dinaikkan menjadi anggota legislatif maupun
eksekutif dapat menggunakan sitem terbuka maupun tertutup. Mayoritas, para
kader partai dipilih menjadi caleg atas dasar banyak “uang”. Keuangan caleg
menjadi hal mutlak karena sistem kampanye memakan dana cukup fantastis untuk
memenangkan pertarungan pemilu.
Uniknya, kader PKS yang terpilih
untuk menjadi anggota DPRD, DPR RI, maupun calon Kepada Daerah, bukan mereka
yang banyak uang. Ekonomi tidak menjadi tolak ukur PKS memilih seseorang untuk
menjadi pemimpin rakyat. Kualifikasi kader yang ditunjuk menjadi caleg
diwajibkan mempunyai integritas, moralitas yang teruji, kapasitas yang memadai
dan mempunyai karya, serta ketokohan di masyarakat. Sehingga kualitas yang diutamakan,
bukan kapitalis.
Keunikan kedua dalam pencalonan
aleg fraksi PKS adalah terkait dengan minat. Sebagaimana kalimat yang pernah
diungkapkan oleh Sitaresmi S. Soekanto perwakilan dari PKS dalam acara
Roundtable Discussion yang diadakan Women Research Institute pada Februari 2012
lalu, beliau menuturkan bahwa perempuan PKS sebenarnya banyak aktif di partai,
tetapi lebih ke bidang pendidikan, dakwah, pengurus DPC, dan kegiatan sosial,
mereka justru menghindari politik. Malah ada caleg perempuan yang minta
diturunkan nomor urutnya karena khawatir terpilih.
Sungguh hal yang unik, saat kader
– kader partai lain berusaha agar dirinya dapat dicalonkan dan dipilih rakyat,
namun kader perempuan PKS justru menolaknya. Mereka lebih memilih tidak
berjabatan asalkan perannya sebagai istri dan ibu bagi keluarga tidak
terganggu. Namun saat mereka ditunjuk oleh qiadah (pimpinan), mereka juga tidak
menolak karena yakin bahwa keputusan jama’ah adalah keputusan yang telah
dipertimbangkan dengan bijaksana.
Seluruh caleg PKS ditunjuk, bukan
atas dasar meminta. Dengan keberlangsungan kaderisasi yang baik, tidak sulit
bagi PKS untuk mencari caleg. Mengutip kalimat Ketua DPP Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Indra menjelaskan bahwa terkait tudingan perempuan PKS tidak
tertarik menjadi caleg, di PKS caleg itu bukan masalah tertarik atau tidak.
Namun, siapapun yang sudah ditunjuk oleh partai untuk menjadi caleg harus siap
melakukan.
Dari kedua sisi tersebut, baik
caleg yang ditunjuk maupun pimpinan partai, sama-sama bersikap dengan orientasi
kebermanfaatan maksimum bagi masyarakat, bukan semata karena ambisi kekuasaan.
Di PKS untuk menjadi caleg bukan mendaftar, namun ditunjuk oleh partai yang
dilakukan melalui proses musyawarah, artinya tidak ada sosok yang dituhankan
oleh PKS. Semua keputusan dan kebijakan berdasarkan dewan syuro’ PKS. Bahkan
seorang presiden PKS anis Matta pun, tidak dapat memutuskan secara tersendiri
sutu kebijakan kecuali setelah bersama-sama dipertimbangkan di majelis syuro’.
Keunikan lain yang menegaskan bahwa
kader PKS tidak gila jabatan adalah ketika ada kader PKS yang tersandung kasus
dalam masa jabatannya, mereka langsung dengan hormat mengundurkan diri, padahal
belum jelas baginya ketetapan bersalah atau tidak. Sebagaimana yang dilakukan
petinggi PKS Lutfi Hasan Ishak yang beberapa waktu lalu terjerat kasus dengan
KPK.
Begitupun presiden PKS yang baru
yaitu Anis Matta, beliau dengan ringan mengundurkan diri dari DPR RI agar dapat
fokus mengurusi partai, bersedia berhenti ketika ada yang lebih prioritas. Citra
PKS di hati rakyat jauh lebih berharga bagi mereka dari pada jabatan yang
disandang. Loyalitas kader dalam menjaga izzah partai cukup militan dan patut
diacungi jempol.
Wallahu alam…
@MinieBintis on twitter
0 komentar:
Posting Komentar