Dr. Muhammad Hidayat Nur Wahid, MA
الحمد لله، الحمد لله الذي أكرمنا بالرسالة التي هي رحمة للعالمين, وأنعم علينا بنعمة العلم والإيمان, أحمده
سبحانه وأشكره، وأسأله التوفيق وبرد اليقين، وأشهد أن لا إله إلا الله
وحده لا شريك له، إله الأولين والآخرين، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدًا عبده
ورسوله، إمام المتقين وقائد الغر المحجلين، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه
أجمعين.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Puji
dan syukur kita hadirkan hanya kepada Allah SWT atas pelbagai nikmat,
anugerah dan karunia-Nya yang melimpah dan tak terhitung. Shalawat dan
salam sejahtera atas teladan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
Risalah Islam sebagai landasan untuk meraih kebahagian dalam kehidupan
dunia dan akhirat, baik itu pada level individu maupun komunal.
Pada
kesempatan ini pula, hendaknya kita semua senantiasa kembali menguatkan
dan meningkatkan komitmen ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah
SWT, sebagai konsekuensi kita sebagai seorang Mukmin.
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (33/36).
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Agama
yang kita pahami, bukanlah agama yang sekadar mengatur kehidupan
pribadi seorang manusia dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Namun kita
meyakini bahwa Islam sebagai sebuah entitas agama, adalah juga minhâj yang mengatur hubungan antarsesama atau yang kerap disebut sebagai hubungan mu’âmalah. Oleh
sebab itu, selain untuk mengantarkan seorang Muslim menjadi pribadi
yang saleh, Islam juga memiliki konsep untuk mengantarkan sebuah
masyarakat yang saleh, baik itu secara material maupun spiritual,
jasmani ataupun ruhani.
Konsep Islam atas pembentukan masyarakat itu dapat disebut sebagai Konsep Madanî, yakni
sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah SAW membangun kerangka
masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun atas tiga landasan utama
yaitu: masyarakat yang berbasis masjid; berdasarkan persaudaran; dan
masyarakat yang diatur oleh hukum (Piagam Madinah).
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Yang
menjadi pertanyaan kemudian adalah: kenapa langkah pertama yang
dilakukan Rasulullah SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah
adalah membangun masjid? Maka, untuk mencoba menjawab pertanyaan
tersebut adalah dengan cara melihat bagaimana Rasulullah memfungsikan
masjid itu sendiri.
Adalah
sangat disayangkan, masih ada di kalangan ummat Islam yang menempatkan
masjid sebagai elemen bagian dari kehidupan masyarakat, bukan elemen
utama dalam membangun masyarakat. Cara pandang seperti itu dikarenakan
adanya ideologi sekular yang menafikan peran agama dalam pembangunan
masyarakat. Padahal sejak awal kemunculannya, seperti dikatakan oleh
seorang orentalis terkenal H.A.R. Gibb dalam Whither Islam, bahwa sebenarnya Islam merupakan lebih dari sekadar suatu sistem teologi saja, Islam adalah suatu peradaban yang komplit.
Dalam kaitan inilah, ada baiknya kita merenungkan kata-kata yang dilontarkan oleh seorang pembaharu asal Mesir, Syaikh Hasan al-Bannâ, yang mengatakan bahwa Islam itu ’aqîdah dan ibadah, tanah air dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan, moralitas dan materi, wawasan dan hukum.
Oleh
karena itu, hendaknya kita kembali mengoreksi cara pandang kita
terhadap Islam, yang dengan cara itu niscaya kita dapat kembali
menempatkan masjid seperti yang telah difungsikan oleh Rasulullah dan
generasi emas setelahnya.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Masjid
pada hakikat utamanya adalah sebuah tempat untuk manifestasi ketundukan
dan ketaatan seorang Mukmin kepada Allah SWT. Dengan kata lain, masjid
merupakan ekspresi ibadah seorang Muslim.
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
”Dan
sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah
kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”(72/18).
Jadi
kesimpulan besar dari fungsi masjid itu adalah sebagai lokasi yang
dikhususkan untuk beribadah kepada Allah. Lalu, secara faktual
Rasulullah dan generasi setelahnya ternyata menjadikan masjid bukan
sekadar tempat untuk beribadah shalat, namun lebih dari itu. Karena
ibadah seperti dijelaskan oleh Ibn Taymiyyah adalah sebuah sebutan yang
mencakup segala hal yang disukai dan diridlai Allah, baik itu berupa
lisan atau tindakan yang lahir atau pun yang tersembunyi. Perspektif
ibadah seperti inilah yang harus ditanamkan oleh kita semua, sehingga
kita semua selalu bersemboyan seperti yang digambarkan oleh Allah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (6/162)
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Selain untuk menggelar shalat secara berjamaah, Rasulullah juga telah menjadikan masjid sebagai basis ta’lîm dan tarbiyyah (pendidikan
dan pengajaran). Bagi Rasulullah, masjid adalah sekolah untuk
internalisasi nilai-nilai kebaikan dan kebajikan serta pengetahuan.
Menarik diperhatikan hadits Rasulullah berikut ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ:"مَنْ
غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ
يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ (أخرجه الطبراني)
”Dari
Abî Umâmah, dari Nabi SAW bersabda, ”Siapapun berangkat menuju masjid
dan ia tidak menginginkan kecuali untuk belajar kebaikan atau mengetahui
kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang hajinya sempurna.” (HR. Al-Thabrânî).
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Ada
benang merah kenapa langkah paling pertama yang dilakukan Rasulullah
saat tiba di Madinah adalah masjid, yakni memberikan pesan bahwa sebuah
masyarakat hendaknya dibangun atas landasan iman dan ilmu.
Dalam
Islam, iman dan ilmu merupakan dua hal yang saling terkait dan
integratif serta tidak bisa dipisahkan. Dalam pandangan Islam,
ilmu/sains/pengetahuan tidak malah menciptakan ideologi semacam agnostik
atau ateistik. Islam memandang bahwa untuk mencapai keimanan yang
benar, haruslah ditempuh melalui proses belajar atau proses
”mengetahui”. Allah berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ...
”Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah...” (47/19)
Atas dasar semangat belajar inilah peradaban Islam tumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi yang luar biasa
terhadap peradaban dunia. Dalam sejarahnya, masjid benar-benar telah
menjadi sekolah-sekolah dan universitas-universitas tempat lahirnya dan
sebagai kawah candradimuka ulama dan ilmuwan. Masjid menjadi perangkat shina’âh al-Hayâh yang mengantarkan masyarakar Muslim menjadi soko guru dunia (ustâzdiyyah al-’Ălam).
Dalam sejarah peradaban Islam, kita mengenal Masjid Amr ibn ’Ăsh di Fustat Mesir, tempat lahirnya harakat ’ilmiyyah di
Mesir; Masjid Umawy di Damaskus; Masjid Al-Manshûr di Baghdad; Masjid
Al-Qarawayin di Maroko yang terkenal dengan metodologi cara
belajar-mengajarnya, dilengkapi dengan asrama-asrama mahasiswa dan
perpustakaan, yang diminati oleh kalangan Ummat Islam maupun non-Muslim
dari seluruh pelosok dunia, khususnya dari Eropa termasuk di antara
alumninya itu adalah Gerbert d'Aurillac yang lantas menjabat sebagai
Paus Gereja Katolik Roma sejak 999 hingga 12 Mei 1003; demikian pula
Masjid Al-Zaytûnah di Tunisia yang terkenal dengan ilmu-ilmu syariat dan
logikanya, bahkan perpustakaan masjid di Tunisia itu memiliki koleksi
lebih dari 200 ribu jilid buku; demikian Masjid Al-Azhar yang kemudian
menjadi Universitas Al-Azhar yang sangat terkenal itu.
Masjid-masjid
itu terus melahirkan ulama dan ilmuwan, yang akhirnya masjid-masjid
membangun tempat-tempat khusus untuk proses belajar dan mengajar, yang
pada era berikutnya dikenal dengan madrasah.
Lalu masjid-masjid pun hanya diperuntukkan untuk pengajaran ilmu-ilmu
syariah saja. Maka tibalah era di mana ummat Islam mulai lemah dalam
bidang sains dan pengetahuan, yang lalu diperparah oleh tiga petaka yang
mendera ummat ini.
Pertama, pembumihangusan Kota Fustat tahun 564 H. Kedua, pembumihangusan Baghdad, sebagai pusat peradaban Islam ketika itu pada tahun 656 H. Ketiga, Jatuhnya Andalus di Spanyol pada tahun 897 H.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Pasca jatuhnya kiblat sains
dan pengetahuan Ummat Islam di Baghdad, Mesir dan Spanyol, ummat Islam
seperti ayam kehilangan induknya. Hasil ramuan ummat Islam antara Islam
dengan filsafat Yunani itu telah memberikan kontribusi yang luar biasa
terhadap perkembangan sains di dunia Barat, dan kemudian Barat
menjadikan sains sebagai entitas tersendiri dan terpisah dari agama
(Kristen), lantaran pengalaman ketidaksinkronan antara sains dan Kristen
yang berdarah-darahan. Imbasnya, ummat Islam era sekarang ini mengikuti
cara pandang Barat tersebut, yang memisahkan antara sains dan agama.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Dari
paparan singkat tadi, dapat disimpulkan bahwa peradaban suatu ummat
manusia akan mencapai keemasannya ketika mereka dapat menguasai sains
dan ilmu pengetahuan. Sains dan ilmu pengetahuan yang unggul hanya akan
lahir dari rahim pendidikan yang berkualitas. Perdaban Islam lalu Barat
telah membuktikan bagaimana sains dan ilmu pengetahuan telah
mengantarkan kepada masyarakat yang maju dan terdepan. Hanya saja
peradaban Ummat Islam memiliki nilai tambah, yakni dilengkapi juga
dengan peradaban spiritual, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara
peradaban material dengan peradaban jiwa kerohaniaan.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Jadi,
kata kunci terbentuknya masyarakat Madanî yang beradab dan maju adalah
dengan meningkatkan kualitas pendidikannya. Indonesia sejak tahun 1998
memasuki
era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah
memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dimana bidang pendidikan bukan lagi domain tanggung jawab pemerintah
pusat, tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah
sebagaimana diatur dalam Undang–Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, yang lalu hanya beberapa fungsi saja yang tetap
berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang
sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang
jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain
perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak
perubahan, juga di era demokrasi ini dituntut bagaimana untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas
abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen
sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem
Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau
kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam
Permendiknas RI.
Di
dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari
praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai
pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia
pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa, tetapi
merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusia yang
berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar, terutama kekuatan
ekonomi, dimana neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan
negatif. Positifnya, pendidikan berorientasi kualitas dan persaingan
bebas. Negatifnya, tujuan pendidikan lantas didasarkan atas pertimbangan
efisiensi, produksi, dan keuntungan komersial alias profit oriented,
yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang
dilaksanakan dalam bidang pendidikan. Akhirnya terjadilah komersialisasi
pendidikan. Hanya orang-orang berpunya saja yang bisa mengakses
pendidikan. Padahal Rasulullah mengatakan:
عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( طلب العلم فريضة على كل مسلم…(ابن ماجة)
“Dari Anas bin Mâlik berkata, Rasulullah SAW berkata, “Mencari ilmu itu kewajiban atas setiap Muslim.” (HR. Ibn. Mâjah)
Pesan Rasulullah di atas menegaskan ihwal tanggung jawaban pendidikan yang bersifat individu, atau dalam bahasa fiqih sebagai fardl ‘Ain, yang
itu berarti bahwa setiap Muslim memikul tanggung jawab tersebut dan
pada gilirannya menjadikan tanggung jawab bersama, dalam kaitan ini
Negara. Dalam konteks inilah sejarah Islam telah membuktikan bagaimana
penguasa-penguasa Muslim menjadikan pendidikan sebagai domain tanggung
jawabnya, sehingga mereka berhasil mencetak peradaban madanî yang
memberikan kontribusi luar biasa pada kesejahteraan ummat manusia.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Dimuliakan Allah
Islam
sangat menekankan urgensi dari pendidikan ini. Bahkan pertama kali yang
diperintah Allah kepada Rasulullah ada sebuah proses belajar ”Iqra’ (Bacalah!). Kemudian untuk menjadikan manusia dapat belajar itu, Allah memberikan tiga modal utama (adâwât al-Ilm): al-Sam’ (pendengaran), al-Abshâr (penglihatan) dan al-Afidah (akal dan nurani).
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
”Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.” (16/78)
Ketiga
modal itulah yang menjadikan manusia kemudian memiliki pengetahuan
dengan harapan bersyukur, yang oleh Ibn Katsîr bentuk syukur yang paling
utama --di samping untuk taskhîr sumber
daya alam-- adalah memfungsikan ketika modal tersebut untuk mengenal
Allah. Dengan demikian, Islam ingin agar pengetahuan itu membentuk
manusia yang berkualitas, baik pada level personal maupun komunal, baik
itu untuk yang kehidupan di dunia (taskhîr) maupun di akhirat (marifatullâh), kecerdasan intelektual maupun spiritual.
Dalam
perspektif inilah seharusnya konsep pendidikan Indonesia di tempatkan,
yakni mencetak manusia yang memiliki ilmu dan iman, atau meminjam
istilah Prof. Dr. B.J. Habibie integrasi antara Iptek dan Imtak. Dalam
kaitan ini Einstein mengatakan ungkapan ”Science without religion is lame, religion without science is blind” (ilmutanpa agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu adalah buta).
Akhirnya,
marilah kita bergandengan tangan untuk secara bersama-sama menjadikan
pendidikan anak-bangsa ini menuju pendidikan yang berkualitas, sehingga
membawa bangsa Indonesia khususnya, dan ummat Islam pada umumnya menuju
masyarakat madanî, masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
Khutbah Kedua:
الحمد
لله على إحسانِه، والشكر له على توفيقِه وامتنانه، وأشهد أن لا إلهَ إلا
الله وحده لا شريكَ له تعظيمًا لشأنه، وأشهد أنّ سيّدنا ونبيّنا محمّدًا
عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، صلّى الله عليه وعلى آله وصحبِه وإخوانِه.
أمّا بعد: فأوصيكم ونفسي بتقوَى الله.
يا عبادَ الله,ـ إن الله قد أمركم الله في كتابِه الكريم فقال: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[الأحزاب:56].
اللهمّ صلّ وسلّم على عبدك رسولك محمّد، وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الأربعة الراشدين
اَللَّهُمَّ
انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ
خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ
وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ
خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
“Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rezki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zalim dan kafir.”
اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ
لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا
الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى
كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.”
اَللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ
مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ
الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ
مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا
وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ
عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ
الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ
عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
“Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.”
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
“Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.”
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sumber: www.mhidayatnurhwahid.com
0 komentar:
Posting Komentar