pengumuman

pengumuman
Home » » "Menikah dengan non-Ikhwah jadi Ladang Dakwah. Benarkah?"

"Menikah dengan non-Ikhwah jadi Ladang Dakwah. Benarkah?"

Written By Unknown on Kamis, 11 April 2013 | 06.43



Cahaya Icha
Balangan - Kalsel

Tak ada tendensi apapun saat menulis ini. Hanya ingin memberikan opini dari sudut pandang berbeda. Tulisan ini terinspirasi dari tulisan seorang akhwat tentang poligami. Beliau menyoroti tentang kondisi para akhwat yang belum menikah, sedangkan usia semakin bertambah dan jumlah ikhwan yang tak seimbang.

Saya adalah seorang akhwat yang lahir dari rahim tarbiyah, dari pintu dakwah kampus dimana kondisi saya selalu idealis dalam memandang segala persoalan. Pun termasuk masalah pernikahan. Bagi saya pernikahan adalah pembentukan generasi Rabbani, dimana rumah tangga dakwah yang saya impikan tidak akan mungkin bisa terwujud jika pasangan saya bukanlah ikhwan yang se-fikroh.

Kala pulang kekampung halaman setelah lulus kuliah, alangkah kagetnya saya. Melihat jumlah kader yang bisa dihitung dengan jari. Ikhwannya? Ada 3 orang.  Salah satunya adalah kakak saya, yang dua sisanya adalah bapak-bapak yang beberapa tahun lebih tua dari kakak saya.

Resah? Tentu saja. Bagaimana dengan cita-cita rumah tangga dakwah yang sudah saya impikan? Sedangkan tak ada ikhwan ‘available’. Disamping itu kader-kader  akhwat yang lebih tua dari saya dan belum menikah juga ada. Hingga kemudian murobbiyah kami memberikan ‘kebijakan’ untuk menikah dengan laki-laki biasa, dengan sederet syarat.  Saya? Sangat kecewa waktu itu. Saya tetap memegang teguh idealisme saya menikah dengan ikhwan tarbiyah. Harus se-visi dalam urusan dakwah. Tak bisa ditawar!

Dan ketika dua akhwat senior saya menikah dengan ikhwan non kader, saya tetap mengutarakan kekhawatiran saya kepada murobbi akan eksistensi mereka di jalan dakwah. Ternyata, kekhawatiran saya sama sekali tak beralasan. Mereka tetap bersemangat dan aktif dalam kerja-kerja dakwah. Muncul pertanyaan, jika ikhwan single memang tak ada,  lalu kenapa takut menikah dengan ikhwan non kader? Kenapa memaksakan sesuatu yang memang tidak bisa diadakan?

Memang, jodoh adalah rahasia Allah SWT. Dia memberikan yang terbaik untuk hambaNya. Ketika jodoh itu datang dan bukan dalam ‘bentuk’ ikhwan yang sefikroh, satu harakah. Maka saya coba ikhlaskan hati bahwa inilah ladang dakwah yang Allah peruntukkan khusus bagiku.

Hasilnya? Sampai beberapa tahun usia pernikahan kami, tak sekalipun ia menghalangi saya dalam berdakwah. Justru suami saya yang notabene orang awamlah  yang selalu menyemangati saya saat lagi malas mengisi ta’lim, mengingatkan saya jadwal rapat dan mengisi liqo, membantu saya menghapal qur’an dan hadist. Bahkan, terkadang saya merasa dia jauh lebih banyak berkontribusi dalam kerja-kerja dakwah dibanding saya sendiri. Walaupun alasannya ‘hanya’ membantu istri.

Mempunyai suami non kader memberikan saya teman diskusi yang menilai jamaah ini dari sudut pandang luar, hal itu tentu saja memperkaya pemahaman saya saat memandang suatu permasalahan yang terkait dengan jamaah, karena penilaiannya objektif.

Jadi, tak ada alasan untuk takut menikah dengan ikhwan non kader jika memang ikhwan kader tarbiyah yang masih single tak ada. Yang harus dilakukan oleh para akhwat adalah mempersiapkan diri, menyiapkan bekal sebanyak mungkin. Dan buat komitmen bersama tentang rumah tangga impian. Ceritakan dengan jujur aktivitas-aktivitas dakwah yang akan tetap dilakukan walaupun sudah menikah. Ketika dulu saya menikah, saya berikan ‘warning’ pada calon suami bahwa dakwah adalah aktivitas utama saya. Dan jika menikah, maka ia harus siap dengan dinamika dakwah yang akan terjadi dalam rumah tangga kami.

Lalu, bagaimana dengan kasus-kasus akhwat menikah dengan ikhwan non kader kemudian menghilang dalam dunia dakwah? Terus terang saya tak mampu menjawab itu. Namun satu yang saya pahami, jika cara kita menjemput pernikahan itu bersih dan lurus, niat kita ikhlas karena Allah, tujuan menikah murni karena Allah.  Insya Allah kita akan selalu dibimbing Allah di jalan dakwah ini. Sehingga akan lahir "Ummu Sulaim-Ummu Sulaim" kekinian yang mampu membimbing suaminya  bersama-sama membangun keluarga sakinah dalam bingkai dakwah. []

Wallahu’alam

*penulis: @cahayaicha on twitter
Sumber: PKS Piyungan
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Humas PKS Lotim
Copyright © 2011. PKS Gumi Selaparang | Lombok Timur - NTB - All Rights Reserved
Template Created by Mas Template
Proudly powered by Blogger