Ahmad Farid
Surabaya
15 Tahun Reformasi:
Tirani Orde Baru itu Masih Hidup, Berkembang biak dan Berevolusi
21 Mei, menjadi peringatan tahunan akan usia reformasi negeri ini. Setiap orang pasti punya opininya terkait 15 Tahun Reformasi, mayoritas membandingkan antara kondisi sebelum reformasi dan setelahnya.
Dalam rangka mengukur dan
mengevaluasi keberhasilan reformasi. Ada kurang lebih 6 hal kala itu yang
menjadi tuntutan reformasi : Adili Soeharto, Tegakkan Supremasi Hukum, Cabut
Dwifungsi ABRI, Amandemen UUD 1945, Otonomi seluas-luasnya, Budayakan demokrasi
yang sehat dan egaliter serta Hapus budaya KKN kroni.
Objek yang disasar yang paling
bertanggungjawab dalam reformasi mau tak mau adalah pemerintah. Kalau kita
membaca Koran KOMPAS edisi 20 Mei 2013, kita sepakat bahwa reformasi belum
tuntas, bahkan dari data yang ditampilkan soal indeks dari tuntutan reformasi,
pemerintah terkesan gagal menunaikan amanat reformasi. Kalau terkesan gagal,
lantas apakah reformasi harus dilanjutkan, atau kembali ke jaman orde baru.
Sebab mulai muncul kesan jaman orde barunya Pak Harto lebih baik dalam
memuaskan dan memenuhi hajat rakyat daripada hari ini. Muncul di berbagai
tempat gambar Pak Harto melembaikan tangan sambil tersenyum dengan ada tulisan
"Piye Kabare Nak? Enak Jamanku biyen tho?".
Dalam pandangan saya, ada sebab
mengapa hingga 15 Tahun, reformasi masih belum tuntas. Reformasi hanya terkesan
menjadi momen yang sporadis dan tidak berkelanjutan. Mahasiswa yang dulu
berduyun-duyun turun ke jalan hanya berhasil meruntuhkan tembok pertama dari
tirani bernama orde baru, namun hakikatnya masih ada berlapis-lapis tembok yang
belum diruntuhkan dan masih bertahan hingga hari ini. Reformasi dahulu dan peringatannya tiap tahun hanya menjadi
formalitas untuk meluapkan kekecewaan yang terakumulasi kepada pemerintah,
sebagaimana demokrasi yang merupakan inti tuntutan reformasi yang juga hanya
menjadi formalitas belaka, tidak substansial kata Koran KOMPAS.
Bahkan tirani yang dulu bernama
orde baru telah berevolusi semakin canggih seiring usia reformasi menjadi lebih
canggih dalam mengakali rakyat. Media dapat menjadi alat politik, Korupsi boleh
asal tak ketahuan, Kasus Korupsi yang membahayakan eksistensi penguasa disimpan
rapat-rapat agar tak menyeruak dan menjadi trending topic, Sementara lawan
politik dihabisi dengan berbagai cara agar jadi musuh bersama dan kocar-kacir,
Kebebasan berpolitik ada namun ada alat untuk menyikut lawan politik, Tak bisa
berkuasa lama oligarki pun jadi, Bunuh orang seenaknya dengan alasan menjaga
stabilitas dan keamanan, dan berbagai cara canggih lain yang bisa mengelabui
rakyat bahwa semua sudah berubah menjadi lebih demokratis.
Dalam 15 Tahun Reformasi ini,
yang paling perlu kita lakukan adalah jeli mencari siapa "Tirani
Baru" hari ini, yang telah melanggengkan model kekuasaan orde baru dengan
evolusinya yang lebih canggih, agar kita tak semakin terpedaya. Jangan-jangan
tirani itu masih hidup, berevolusi, menggeliat dan berkembang-biak tanpa kita
sadari. Menyebar di berbagai tempat dengan bungkus barunya, ia bisa jadi hidup
di media yang dikuasai politisi, bisa jadi hidup dalam keluarga kepala daerah
yang kemudian meneruskan menjadi pemimpin daerah, bisa jadi ia masih hidup
dalam polisi dan militer yang masih represif, bisa jadi ia hidup di partai
politik apalagi partai politik pra reformasi, bisa jadi ia hidup di intitusi
penegak hukum yang masih tebang pilih atau malah jadi alat penguasa untuk
mengkocar-kacirkan lawan politiknya, dan seterusnya.
Setelah kita tahu siapa Tirani
itu, yang perlu kita lakukan adalah melawannya. Tapi kita harus bersiap
menanggung segala konsekuensinya, karena perjuangan melawan tirani kali ini
lebih sulit dan berat dari turun ke jalan dan menduduki Senayan. Kenapa? karena
banyak yang belum sadar bahwa mereka sedang terperdayai dan mengira kondisi
baik-baik saja, justru kita yang dikira melawan arus dan berbuat onar, sebab
ingat! cara tirani yang sekarang lebih canggih. Sembari melawannya, mungkin
kita bisa sadarkan mereka yang masih terperdaya dengan membangunkannya dengan
keistiqomahan dan kesabaran kita. Dan jangan sampai perjuangan melawan Tirani
ini kita hanya mampu meruntuhkan tembok pertama, apalagi hanya mampu
merontokkan cat temboknya atau malah tak meruntuhkan apa-apa. Perjuangan ini
sekali lagi, butuh kesabaran dan keistiqomahan, sebab kita tak tahu ada berapa
tembok tirani lagi yang harus kita runtuhkan, ada berapa banyak tirani yang
berevolusi lagi yang harus kita bunuh hingga tak ada lagi Tirani dan fitnah di
muka bumi.
Dalam Perenungan 15 Tahun
Reformasi
Selasa, 21 Mei 2013
Penulis: @AhmadJQF on twitter
*pkspiyungan.org
0 komentar:
Posting Komentar