Tidak ada kata presiden atau
pemilu dalam Alquran. Tetapi, pasti, bukan berarti Alquran tidak mengaturnya.
Dalam konteks politik kita, misalnya, kata presiden dalam Alquran disebut
dengan dua kata yang artinya sama, tapi secara substansial maknanya berbeda.
Dua kata itu adalah khalifah dan imam. Dalam bahasa Indonesia, arti kedua kata
itu sama: pemimpin atau penguasa. Tetapi secara substansial, maknanya berbeda.
Kata khalifah berakar dari kata khalafa. Artinya, menunjuk pada seseorang yang
berada 'di belakang'. Itulah sebabnya mengapa khalifah dimaknai sebagai
seseorang yang menggantikan tokoh yang ada 'di depan' (pendahulunya).
Sedangkan kata imam adalah orang
yang ada 'di depan.' Kata ini sering dimaknai sebagai tokoh teladan: terdepan
dalam segala laku kebaikan, santun, terpuji, bermoral tinggi, bijaksana, rendah
hati, dan paling utama dalam iman dan takwa. Kata khalifah masih dibagi lagi
dalam bentuk tunggal dan jamak. Dalam bentuk tunggal, misalnya, dapat ditemukan
dalam al-Baqarah ayat 30: ''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'.''
Dalam bentuk jamak, khalaif, disebut empat kali dalam Alquran, dan khulafa
disebut tiga kali. Kata imam dalam Alquran disebut tujuh kali, dan istimewanya,
makna dan konteksnya tidak sama. Tulisan ini merujuk pada imam sebagai tokoh
keagungan, tokoh segala tokoh yang dijadikan suri teladan bagi keturunannya dan
seluruh umat manusia, yaitu Nabi Ibrahim.
''Sesungguhnya Aku akan
menjadikanmu (Ibrahim) imam bagi seluruh manusia.'' (QS 2: 124). Ibrahim
menjadi pemimpin (imam) langsung dari Allah, bukan melalui proses musyawarah
(demokrasi atau pemilu). Begitu pula Nabi Muhammad SAW, yang seperti halnya
Ibrahim, sebenarnya bisa memainkan peran penguasa dengan kekuasaan luar biasa
besar, tapi lebih memilih menjadi 'pemimpin' saja. Dalam konteks politik,
secara sederhana, pemimpin itu bisa presiden dan penguasa biasanya adalah raja.
Namun, tak sedikit presiden yang memainkan peran sebagai penguasa. Bahkan,
penguasa tunggal yang kekuasaannya tak bisa dikontrol oleh rakyat. Pemimpin dan
penguasa itu dua jabatan, dua tipe, dua amanat yang sering bertolak belakang.
Menurut tafsiran sederhana Emha
Ainun Nadjib, penguasa mengelola kekuasaan dirinya atas banyak orang, sedangkan
pemimpin mengelola cinta dan sistem penyejahteraan. Namun secara umum, KH Azhar
Basyir dan Prof Dr Quraish Shihab menyimpulkan: Alquran menyebut pemimpin
(khalifah) adalah, ''Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyuruh
berbuat yang ma'ruf (baik) dan mencegah perbuatan yang munkar.'' (Al-Hajj: 41).
Makna sepotong ayat itu luas sekali, menyangkut kewajiban menjalin hubungan
kepada Allah, dengan masyarakat, alam semesta, berbuat baik, mencegah keburukan
-- baik menurut agama, sosial, politik, maupun budaya. Benar, pemimpin seperti
inilah yang seharusnya kita pilih untuk memimpin negara dan bangsa ini. (EH
Kartanegara)
sumber : republika
0 komentar:
Posting Komentar