Terkadang keluguan dan kepolosan
kita bisa menjerumuskan pada kesalahan, jika kita tidak hati-hati. Demikian
salah satu ibrah yang bisa kita ambil dari kejadian kemarin. Di media sosial,
beredar foto dua orang yang mirip. Foto sebelah kiri adalah LHI, foto sebelah
kanan bertuliskan nama "Tony Saut Sitomurang: orang yang diduga
bulak-balik ke rumah Darin Mumtazah." Pada gambar yang lain, identitasnya
ditulis lebih banyak: "Tokoh BIN, pernah mencalonkan diri sebagai pimpinan
KPK, dan seterusnya."
Belakangan diketahui, foto
tersebut adalah Saut Sitomurang, seorang sastrawan. Di akun twitternya,
@AngrySipelebegu, ia marah dan memprotes para penyebar foto tersebut, mengapa
dirinya dikait-kaitkan dan mengapa kader PKS tidak mengecek kebenaran foto
tersebut.
Sebelumnya, memang beredar berita
di media-media massa bahwa rumah kontrakan Darin adalah milik Thony Saut
Sitomurang, seorang anggota Badan Intelijen Negara (BIN) yang pernah mengatakan
BIN ada di mana-mana. Dengan nama yang mirip itulah, kemungkinan ada orang yang
iseng membuat gambar tersebut. Lalu, ia pun meng-upload-nya di media sosial.
Kemungkinan kedua, gambar tersebut dibuat secara sengaja dengan tujuan Decoy
Operation.
Di sinilah kelemahan kita sebagai
kader dakwah yang polos dan lugu. Begitu mendapati gambar atau tulisan bernada
pembelaan kepada dakwah atau tokoh dakwah, kita langsung menelan mentah-mentah
dan menyebarkannya. Demikian pula dengan gambar yang seolah-olah membela PKS
ini. Bukannya terbela, kader dan institusi dakwah justru terkesan menjadi
tukang fitnah. Orang-orang seperti Saut Sitomurang dan teman-temannya yang
tadinya diam saja, justru menjadi marah dan bisa memusuhi karena merasa
difitnah. Kalau sudah begini, tujuan Decoy Operation untuk mengadu domba
terwujud. Persis seperti berita hoax tentang tokoh tertentu (semacam Paus
Benediktus) yang masuk Islam. Umat Islam menyebarkan dan bangga dengan berita
tersebut. Sementara pihak yang memusuhi Islam bertepuk tangan karena sukses
membuat umat Islam jadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai tukang bohong, mau
membuat/menyebarkan berita palsu untuk dakwah Islam.
Husnuzhan
Lalu bagaimana sikap kita saat
ada isu yang dilontarkan kepada dakwah atau qiyadah kita? Abu Ayyub Al Anshari
dan istrinya pernah mencontohkan kepada kita sikap yang tepat.
Saat itu, isu yang sangat hebat
menimpa keluarga Nabi. Belum ada isu sedahsyat itu tersebar sebelumnya. Aisyah
radhiyallahu anha diisukan berzina dengan Shafwan radhiyallahu anhu. Demikian
dahsyatnya isu itu berhembus, hingga ada pula sahabat yang termakan isu
tersebut. Tetapi, Abu Ayyub dan istrinya memiliki logika keimanan yang berlandaskan
husnuzhan.
“Tidakkan engkau mendengar
tentang yang dikatakan masyarakat terhadap Aisyah?” tanya Ummu Ayub kepada
suaminya.
“Ya dan itu adalah bohong. (Jika
kamu dalam posisi Aisyah) apakah kamu akan melakukan perbuatan (zina) tersebut
wahai Ummu ayyub?"
“Tidak, demi Allah aku tidak akan
melakukannya.”
“Aisyah, Demi Allah, lebih baik
daripada dirimu,” simpul Abu Ayyub.
Dalam riwayat yang lain, Ummu
Ayyub yang menegaskan, “Wahai Abu Ayyub, jika engkau dalam posisi Shafwan,
apakah engkau berbuat yang tidak-tidak kepada istri Rasulullah? dan Shafwan
lebih baik dari engkau. Wahai Abu Ayyub, kalau aku yang jadi Aisyah, tidak akan
pernah aku mengkhianati Rasulullah dan Aisyah lebih baik dari aku."
Lalu bagaimana jika isu yang
menimpa qiyadah kita ternyata benar? Atau terbukti secara hukum? Rasulullah
menegaskan komitmennya untuk berbuat adil kepada siapapun, bahkan jika
keluarganya bersalah. "Demi Allah!
Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong
tangannya." (HR. Al Bukhari).
Dan demikianlah seharusnya
gerakan dakwah mencontoh Rasulullah. Bahkan, jika ternyata pengadilannya adalah
salah, atau hasil rekayasa/konspirasi, kita tidak bisa berbuat banyak kecuali
menunjukkan komitmen kita kepada penegakan hukum. Dan, biarlah Allah yang
memberikan balasan-Nya kelak di hari pengadilan yang tidak ada seorang pun
dizalimi.
Kemungkinan pengadilan salah
putusan ini bahkan telah diprediksi oleh Rasulullah. "Sesungguhnya kamu sekalian datang meminta keputusan perkara
kepadaku, dan mungkin saja sebagian kamu lebih pandai berhujah dari yang lain
sehingga aku memutuskan dengan yang menguntungkan pihaknya berdasarkan yang aku
dengar darinya. Oleh karena itu, barang siapa yang aku berikan kepadanya
sebagian dari hak saudaranya, maka janganlah ia mengambilnya, karena
sesungguhnya yang aku berikan kepadanya itu tidak lain dari sepotong api
neraka." (HR. Muslim)
Stay Cool
Sikap yang juga harus dijaga oleh
kader dakwah adalah ketenangan. Stay cool. Kader dakwah tidak boleh mudah
panik, atau terbawa arus skenario isu yang dihembuskan lawan. Ketenangan ini
akan membuat kader dakwah mampu meminimalisir peluang kesalahan atau
keterpelesetan. Ketenangan yang bersumber dari dzikir (alaa bidzikrillahi tathma'innul quluub) akan mendatangkan
keterbimbingan. Sehingga ia dengan jernih dapat mengambil langkah-langkah yang
arif terkait isu yang datang.
Kader dakwah harus tetap tenang,
tidak boleh mudah panik, terlebih dalam kaitannya dengan masa depan dakwah.
Jika kader dakwah yakin bahwa dakwah ini adalah milik Allah, ia seharusnya
yakin bahwa upaya sehebat apapun dari musuh dakwah takkan mampu menghancurkan
dakwah. Seperti keyakinan Abdul Muthalib saat pasukan Abrahah hendak menyerang
ka'bah. Ia tetap tenang tentang nasib ka'bah. Sebaliknya, ia hanya khawatir dengan
unta-untanya.
Masih terkenal hingga saat ini,
kata-kata itu. Di saat Abdul Muthalib mendatangi Abrahah untuk meminta kembali
unta-untanya yang dirampas.
"Aku datang untuk meminta
unta-untaku" kata Abdul Muthalib.
“Apakah engkau lebih mementingkan
unta-untamu, padahal engkau sendiri tahu bahwa aku datang ke sini untuk
menghancurkan Ka’bah” jawab Abrahah.
“Aku pemilik unta-unta itu,
sementara Baitullah milik Allah yang pasti akan menjaganya.” jawab Abdul
Muthalib dengan penuh keyakinan.
Bukankah engkau, wahai kader
dakwah yang beriman, lebih berhak untuk mengatakan hal serupa: "Dakwah ini
milik Allah, maka Dia lah yang akan menjaganya."
Menjawab dengan Amal
Kita tak perlu meladeni semua isu
yang ada. Toh, umat ini tidak membutuhkan isu-isu itu dijawab dengan kata-kata.
Tetapi umat akan melihat kerja dan amal. Dan sebelum umat menilai, tentu Allah
yang kita harapkan penilaianNya.
Maka jawablah isu-isu itu dengan
tetap bekerja untuk umat. Maka jawablah isu-isu itu dengan tetap melayani
masyarakat. Maka jawablah isu-isu itu dengan menebar cinta untuk rakyat. Lalu
biarlah mereka yang membanggakan menara gading itu, terheran-heran dengan hasil
kerja dakwah yang membuahkan dukungan dan kemenangan.
"..Beramallah kamu sekalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu.." (QS. At Taubah :
105)
Wallahu a'lam bish shawab. [Abu
Nida]
0 komentar:
Posting Komentar