Isu divestasi saat ini tidak lagi
begitu menarik jika dibandingkan dengan perdebatan menyangkut kewajiban
perusahaan tambang seperti PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) untuk membangun
smelter. PTNNT tentu akan terbebani dengan kewajiban ini, sementara pemerintah
juga tak boleh kehilangan muka dan membiarkan konstitusi negara tak ditegakkan.
Dilema itulah yang menurut Wakil
Ketua Komisi XI (Bidang Keuangan) DPR RI, Dr. Zulkieflimansyah, lebih mendesak
untuk dicarikan solusinya ketimbang persoalan divestasi saham PTNNT. “Sekarang
kan, Newmont ini isunya lagi sensitif. Bukan persoalan divestasi, tetapi
tambang ini ditutup atau tidak. Ini kan persoalannya. Karena kan ada klausal
dari konstitusi yang mengharuskan mereka bikin smelter,” ujarnya pada Suara
NTB, Kamis (23/5).
Politisi PKS ini berharap, segera
ada solusi yang diputuskan bersama antara pemerintah dengan PTNNT. Menurutnya,
di satu sisi ada kewajiban pemerintah untuk memperlakukan investor dengan baik.
Tapi, di sisi lain hukum yang mengharuskan perusahaan semacam PTNNT untuk
membangun smelter juga harus ditegakkan.
Menurutnya, saat ini PTNNT mengklaim
keberadaannya bukan sebagai perusahaan smelter. “Butuh banyak investasi untuk
hadirnya smelter company,” imbuhnya. Hanya saja, pemerintah tentu tidak boleh
begitu saja mengalah dengan sikap PTNNT. “Mesti ada win-winsolution, karena
pemerintah juga tidak boleh kehilangan muka. Masak gara-gara satu investor
kemudian ada konstitusi yang tidak ditegakkan. Mesti ada dialog kemudian dicari
solusi, sehingga konstitusi juga bisa ditegakkan,” sarannya.
Upaya untuk menghadirkan solusi
tersebut, menurut Zulkieflimansyah, lebih penting ketimbang perdebatan soal
divestasi. “Isu divestasi ini dalam waktu dekat tidak begitu urgen, tapi
bagaimana ada kesepahaman antara pemerintah dan investor tentang klausal
tentang pengolahannya, itu yang lebih mendesak daripada persoalan divestasi,”
tegasnya.
Zulkieflimansyah berharap isu
divestasi tidak berkembang menjadi sebuah diskusi yang merusak modal sosial di
daerah. Menurutnya, pemerintah juga tentu akan lebih berhati-hati membuat
kebijakan dan akan belajar dari pengalaman.
Ditunjuknya M. Chatib Basri
sebagai Menteri Keuangan RI yang baru, menurutnya juga patut diapresiasi. “Dia
figur yang tepat dan saya harus mengapresiasi presiden karena berani memberikan
kesempatan kepada orang muda,” ujarnya. Untuk diajak bicara tentang divestasi
maupun persoalan lainnya, Chatib Basri dinilai memiliki rekam jejak yang lebih
menguntungkan. “Dia seorang aktivis mahasiswa. Jadi dia punya kelenturan,
fleksibilitas yang saya kira jauh lebih baik.”
*Suara NTB
0 komentar:
Posting Komentar