| Achmad Siddik
PKS lagi, PKS lagi. Semua orang
tak berhenti membicarakan PKS. Semua kanal media rasanya tak afdlol tanpa
menjadikan PKS sebagai berita, baik Headline maupun berita tambahan. Tak hanya
itu, tema apapun yang melekatkan nama PKS selalu disimak atau minimal di klik
oleh pembaca. Saya sendiri jadi tertarik menjadikan PKS sebagai bahan tulisan
karena fenomenanya telah menjadi sumber yang bisa dibahas dari segalan sisi.
Mengapa PKS begitu disorot?
Apakah PKS sengaja dijadikan obyek pengalihan isu dari isu-isu besar negara ini
seperti korupsi di kalangan pejabat dan lembaga pemerintah, narkoba, terorisme
dan isu lain. Apakah karena PKS yang menjadikan moralitas dan dakwah dalam
agenda politiknya mengancam partai politik lain? Apakah karena PKS lantang
menyuarakan aspirasi sebagian besar rakyat terkait pengusutan kasus korupsi,
kenaikan BBM, penguatan KPK, dll? Apakah karena PKS di beberapa daerah berhasil
“merebut” tampuk kepemimpinan melalui pilkada? Saya yakin banyak hal lain yang
menjadi alasan mengapa PKS tak akan lepas dari sorotan media.
Sebelum berisik media terkait
kasus dugaan suap impor daging yang menjerat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan
Ishaq, ada dua kasus lain untuk
melemahkan partai dakwah ini. Kasus tersebut mendominasi
pemberitaan saat itu. Misbakhun, mantan
anggota Fraksi PKS yang diduga terlibat pemalsuan surat gadai untuk mendapatkan
kredit dari Bank Century dalam waktu sangat singkat ditetapkan jadi tersangka,
dipenjarakan dan disidang. Hasil persidangan mengagetkan banyak orang,
Misbakhun tidak bersalah dan divonis bebas (Baca detik.com : PK
Diterima MA Misbakhun Diputus Bebas )
Kemudian, kasus “video” dari
Arfinto, salah satu anggota DPR dari FPKS telah membuat geger dunia politik
dalam negeri. Namun PKS bisa mengatasinya dengan permohonan maaf dan pengunduran diri Arifinto. Kasus
video Arifonto ini banyak kejanggalan dimana demikian “professional” nya media
mendapat bidikan kegiatan Arifinto di sidang paripurna padahal ada ratusan
anggota dewan lain yang ada di ruangan itu. (baca tulisan kompasianer : Mafia
Wartawan : Studi Kasus Arifinto )
Pengunduran diri Luthfi Hasan
Ishaq (LHI) pasca penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap
kuota impor daging menjadi drama pelemahan PKS berikutntya. Apa yang dilakukan
PKS? PKS menjawabnya dengan segera mengganti LHI dengan Muhammad Anis Matta
sebagai Presiden PKS melalui keputusan Majelis Syuro PKS. Proses pergantian
pimpinan partai di Indonesia yang paling cepat ini, diisi oleh orasi politik
Anis Matta yang menurut banyak ungkapan pendukung PKS sebagai Orasi yang Cetar
Membahana. Orasi ini diyakini kader dan pendukung PKS mampu membalikkan dugaan
banyak pengamat politik bahwa PKS makin lemah,
akan jatuh dan sulit bangkit lagi. Faktanya PKS mampu bangkit dan
menjadi kontributor paling signfikan dalam kemenangan Pilgub di Jawa Barat dan
Sumatera Utara.
Kasus LHI terus menggelinding bak
bola salju. Dugaan suap yang menjerat LHI akhirnya melebar ke kasus pencucian
uang. Media meledakkan kasus ini dengan bumbu-bumbu perempuan seksi yang
terkait denga Ahmad Fatanah. Puncaknya, media memiliki celah kembali lewat aksi
security PKS yang menolak penyitaan mobil yang diduga hasil pencucuian uang
oleh KPK. KPK yang tidak bisa menyita mobil di area kantor DPP PKS dikesankan
sebagai perlawanan oleh PKS oleh media. Munculllah headline “PKS melawan” dan “KPK vs PKS”. PKS seolah
dalam pusaran badai yang semakin terjepit. PKS mengakhiri pusaran badai
berita “perlawanan” itu dengan penyerahan mobil-mobil tersebut dengan aman dan
damai karena KPK membawa surat-surat yang seharusnya tersedia saat melakukan
penyitaan.
Sampai kemudian acara yang banyak
menyita pemirsa televisi di Indonesia,
Indonesia Lawyer Club menayangkan talkshow dengan tema “Uang Daging Mengalir
Kemana” publik sebagai beranggapan PKS akan “dibantai” di acara ini. Hasilnya
diluar dugaan, para pakar dan sebagian besar peserta ILC justru memandang kasus
pencucian uang yang disangkakan ke LHI terkandung muatan politis dan makin
mengesankan KPK melakukan aksi “Tebang Pilih”.
PKS tidak sampai menjadi bulan-bulanan dan justru berbalik, posisi KPK
menjadi tersudut.
Pelemahan PKS akan memuncak pada
persidangan yang mengagendakan kesaksian Ahmad Fathanah (AF) pada jumat, 17 Mei
2013. Ahmad Fathanah yang merupakan kunci “pelemahan” PKS yang selama ini
dijadikan sumber oleh KPK justru bersaksi meringankan pada sidang tersebut.
Bahkan AF menyatakan permintaan maaf pada PKS karena ikut menyeret partai
tersebut dalam kasus yang tidak ada kaitannya dengan partai berlambang bulat
sabit dan padi emas itu. (Baca kompas.com Fathanah
Minta Maaf pada PKS ) Lagi-lagi PKS tidak jadi lemah. Justru pasca
kesaksian AF ini, moral PKS termasuk kadernya semakin tinggi dan keyakinan akan
bebasnya LHI semakin besar. Beberapa akun twitter yang sempat terlintas di
TimeLine dam dua hari terakhir, banyak kicauan yang menabalkan tagar #BebaskanLHI. Lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya, PKS gagal dilemahkan.
Mengapa PKS sulit dilemahkan
dengan berbagai skenario, yang diyakini oleh pimpinannya sebagai upaya
“Konspirasi” ini? Akan sangat banyak analisa yang akan terangkai dalam tulisan
dan pembicaraan bila menjawab pertanyaan
tersebut. Karena saya bukan pengamat politik, saya tak bisa mengulasnya dari
sisi politik. Saya bukan pakar komunikasi politik, jadi saya takkan memaksakan
diri menganalisa dari sisi itu. Saya hanya warga negara biasa yang peduli akan
keadilan hukum dan persatuan bangsa.
Satu hal yang perlu dicamkan
banyak orang, bahwa ada “campur tangan” lain yang mungkin terlewatkan oleh
pihak-pihak yang selama ini punya upaya pelemahan tesebut. Kader-kader PKS dan
sebagian masyarakat yang mendukung PKS, sangat yakin, bila PKS masih jujur dan
berada pada jalaur yang lurus dalam mengemban amanah, Tangan Tuhan akan menjadi
pelindung mereka. Skenario Tuhan yang belum menginginkan PKS lemah dan hancur
sangat diyakini oleh para pendukung PKS. Keyakinan spriritual inilah yang akan
terus menjadi amunisi terhebat yang dimiliki oleh PKS dan banyak orang juga
yakin dengan kekuatan ini.
Skenario Tuhan akan membalikkan
semua niat buruk dan upaya jahat manusia. Maka kita bisa lihat, orang-orang
zaman Orde Baru yang menjadi tahanan politik karena menjadi pihak yang kritis,
justru menjadi tokoh penting di era reformasi. Mereka yang berjuang masih pada
jalan yang benar dan lurus, meski dengan tipu muslihat dan kelicikan, takkan
pernah merasa takut dan lemah hanya karena pengapnya penjara, tikaman fitnah
dan penghancuran nama baik. Orang-orang yang berjuang dengan tetap mengedepakan
moral pasti meyakini adanya “skenario-Nya” yang lebih indah pada akhirnya.
Dimanapun kita berjuang, apapun
partai dan media perjuangannya, jangan lupa akan ”skenario-Nya” yang takkan
mampu dilawan oleh kekuatan tirani bahkan konsprasi sekalipun. Satu syarat,
kita perlu dekat sedekat dekatnya dengan Tuhan agar DIA berkenan memberi
“skenario” yang indah pada ujungnya. Satu syarat lagi, sadarilah bahwa kita juga tak lepas dari
salah dan khilaf kemudian melakukan pertaubatan yang telah kita ikrarkan. Bukan
pertaubatan yang kamuflase yang diikrarkan ke berbagi kanal media namun abai
melakukannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Salam keadilan!
*http://politik.kompasiana.com/2013/05/19/mengapa-pks-sulit-dilemahkan-561369.html
0 komentar:
Posting Komentar