Jakarta - Partai politik yang
tergabung dalam sekretariat gabungan (Setgab) tak berhak secara konstitusional
menarik menteri-menterinya hengkang dari kabinet. Sekalipun partai politik asal
menterinya tersebut keluar dari setgab.
"Parpol tidak mempunyai hak
konstitusional memberhentikan seorang menjadi menteri atau bahkan memerintahkan
seorang menteri untuk mundur secara subjektif dari jajaran kabinet
presiden," kata pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin di Jakarta,
Selasa (11/6).
Dia menjelaskan, menteri yang
sudah masuk atau duduk di kabinet sesungguhnya sudah menjadi properti atau
onderdil -onderdil negara alias pembantu presiden dalam melaksanakan kekuasaan
pemerintahan. Dalam Pasal 17 UUD 45, disebutkan bahwa presiden dibantu oleh
menteri menteri negara, yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, dan
menteri tersebut diangkat dan diberhentikan presiden.
"Jadi parpol yang
mrencanakan menarik kadernya dari kabinet atau memerintahkan kadernya keluar
dari kabinet itu sama saja mau menggembosi kekuasaaan presidensial
negara," tandasnya.
Bahkan menurut Irman, jika itu
terjadi sesungguhnya bisa memutus atau
merusak pelayanan negara atau
pemerintahan kepada rakyat, terutama menyangkut sandang, pangan, papan serta
relasi kehidupan sosial lainnya. Dan penarikan menteri tersebut juga bisa dinilai sebagai langkah
parpol yang ingin menjatuhkan kekuasaan presiden di tengah jalan.
"Karena mencopot
onderdil-onderdil kekuasaan presiden itu meski onderdil itu adalah kader parpol
yang keluar dari setgab," tambahnya.
Hal ini, tegasnya, sama saja mau
merendahkan konsepsi bernegara atau konsepsi pemerintahan hanya sekedar
"permainan politik" dari sebuah konsep besar yaitu melindungi dan
memajukan kesejahteraan umum seluruh bangsa indonesia seperti yang tercantum
dalam Pembukaaan UUD 45.
"Tujuan bernegara adalah
melindungi dan memajukan kesejahteraan umum seperti yang ada dalam UUD
45," demikian Irman.
0 komentar:
Posting Komentar