Sedikitnya 25 kepala keluarga (KK)
transmigran asal NTB yang mengikuti program transmigrasi ke Kabupaten Kapuas,
Kalimantan Tengah, dilaporkan telantar. Ini karena lahan gambut yang sebelumnya
mereka garap, tergenang banjir. Selain tak ada pekerjaan dalam waktu yang tak
pasti, para transmigran mengaku mulai terjangkit berbagai penyakit.
Informasi telantarnya transmigran
asal NTB itu disampaikan Lalu Suhendra Sukarno, asal Sekotong Lombok Barat. Ia
mengaku terpaksa kembali ke Lombok untuk menyampaikan langsung kabar itu agar
segera mendapat perhatian Pemprov NTB. “Saya kasihan dengan warga kita di
lokasi transmirgasi, sekarang sudah tidak ada lahan lagi yang bisa digarap,”
tuturnya.
Saat ini mereka menempati lahan
transmigrasi di UPT Dadahub C4 Kapuas, bersama 300 KK lainnya dari berbagai
daerah. Sedangkan 25 warga NTB berasal dari Sekotong, Lombok Barat dan Praya,
Lombok Tengah. Mereka berangkat 16 Desember 2012 lalu, dan mendapat program
penempatan di UPT Dadahub untuk menggarap 1 juta hektar lahan gambut
disana.
Awalnya mereka berusaha beradaptasi
dengan kondisi di Desa Sumber Mulai, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas
tersebut. Namun April kemarin, tiba tiba terjadi banjir bandang akibat
meluapkan air dari Sungai Kapuas dan Sungai Barito dipicu jebolnya tanggul. Luapan air sungai
kemudian menenggelamkan lahan yang baru digarap empat bulan itu.
“Tidak ada penghasilan apa-apa
sekarang. Kondisi kesehatan warga kita juga memprihatinkan. Ada yang mulai
sakit gatal, malaria dan mencret,” tuturnya.
Apa tuntutan warga? Menurut Suhendra,
warga sementara ini masih berusaha tetap bertahan sambil melihat situasi. Jika
air cepat surut dan lahan memungkinkan digarap, maka mereka akan bertahan.
Namun jika banjir tersebut menghempas tanaman, mereka mempertimbangkan untuk kembali ke kampung halaman.
Sebenarnya kejadian ini sudah
diketahui pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB. Bahkan
pihak dinas pun sudah berkoordinasi dengan Disnaker setempat untuk menentukan
langkah. “Jadi kami tidak lepas tangan. Begitu ada informasi itu, kami langsung
menghubungi Dinas Tenaga Kerja disana,” kata Kabid Penyiapan Pemukiman dan
Penempatan Transmigrasi (P3T), Disnakertrans NTB, H.Huailid, S.Sos, M.Si,
didampingi Kasi Pemindahan dan Penempatan, Agus Sudrajad. Bahkan dalam waktu
dekat mereka akan turun ke lokasi, mengajak utusan dari dua kabupaten asal para
transmigran.
Diakuinya, mereka berangkat setelah
melalui proses pembinaan di Disnakertrans NTB, ditindaklanjuti dengan MoU
antara gubernur kedua daerah. Sementara kontrak diteken langsung antara bupati.
Namun terkait informasi lahan yang
tergenang banjir, ia mengklarifikasi, bahwa lokasi itu memang tergenang air
sampai perut orang dewasa. Akan tetapi di sebagian areal, ada yang masih bisa
ditanami tanaman tertentu dengan cara membuat gundukan.
Sebenarnya menurut dia, banjir tidak
hanya di areal transmigrasi, namun seluruh tempat di wilayah Kapuas, karena
sedang menghadapi musim penghujan. Ia menyebutnya sebagai musim pasang surut.
“Karena tidak bisa ditebak, padahal saat ini bukan musim hujan, tapi musim
tanam. Tapi toh, yang terjadi hujan setiap hari dan mengakibatkan banjir,”
terangnya. Sehingga dengan kondisi itu, ia berharap para transmigran yang sudah
ditempatkan disana bisa bersabar untuk menyesuaikan diri. Apalagi durasi
penempatan juga baru hitungan empat bulan. Keluhan 25 KK itu juga dianggap
wajar, karena model pertanian di Kapuas adalah lahan basah, bukan lahan kering
seperti di Lombok. “Sehingga warga memang sedang butuh penyesuaian,” terangnya.
Terkait warga yang sakit, di lokasi
juga sudah ada Puskesmas Pembantu, dan bisa dirujuk ke Puskesmas atau rumah
sakit jika diperlukan. Agus Sudrajad menambahkan, peristiwa banjir itu memang
sudah diperkirakan sejak awal. Sehingga waktu penyesuaian tidak satu tahun,
seperti di UPT lain, tapi diperpanjang enam bulan.
Mengenai sikap dan tindakan pihaknya,
ditegaskannya, tidak serta merta bisa dilakukan. Catatan penting ingin
disampaikan Agus, bahwa ketika masyarakat NTB transmigrasi ke daerah lain, maka
warga itu otomatis menjadi kewenangan pemerintah setempat, sesuai dengan MoU
dan kontrak antarpemerintah. “Sehingga kami pun tidak bisa langsung intervensi.
Harus izin dulu kepada pemerintah di Kapuas, agar kami bisa masuk, baik itu
memberi bantuan atau mengunjungi,” terangnya. Jika pun ada rencana para
transmigran pulang kampung akibat tidak betah, pemulangan itu pun dilakukan
pemerintah daerah setempat.
*Suara NTB
0 komentar:
Posting Komentar