Malam Jumat 21 Maret 2013,
Pengajian rutin kami yang biasanya meng-kaji berbagai macam ilmu baik mengenai
syariah, ekonomi, sosial-kemasyarakatan,
kesehatan, dan ilmu-ilmu lainnya
terhenti sejenak karna ada informasi penting yang harus disampaikan. Pembimbing
kajian kami nampak agak ragu untuk memulai pembicaraan mengenai informasi
tersebut.
Pelan dan masih tampak ragu
beliau menyampaikan bahwa sebelumnya beliau diundang lewat sms oleh pengurus
DPD PKS kota Bandung bahwa ada rapat yang wajib diikuti untuk keberlangsungan dakwah tanpa ada
keterangan lebih lanjut tentang tema apa yang akan dibahas pada rapat tersebut.
Beliau datang menghadiri rapat sambil bertanya-tanya dalam hatinya, apa
gerangan yang akan di bahas di rapat tersebut, apakah beliau akan ditugaskan
untuk membuka dakwah di pedalaman atau di wilayah Indonesia Timur, atau ada hal
yang lainnya yang akan dibahas.
Sesampainya di lokasi pertanyaan
di dalam hatinya semakin banyak, Semula isi sms menyebutkan Undangan rapat
khusus untuk dirinya saja tidak untuk orang lain tapi ternyata di lokasi sudah
berkumpul kisaran 40 orang yang sudah hadir dan siap mengikuti agenda rapat via
undangan sms berisi hal yang senada. Dari kebanyakan yang hadir, mereka juga
tidak tahu menahu perihal apa mereka dikumpulkan.
Pada gilirannya Ust Tate
Komarudin (klo saya gak salah denger) mengumumkan bahwa mereka yang hadir akan
di daftarkan oleh PKS untuk menjadi Bakal calon anggota legislatif dari partai
tersebut. Dari kesemuanya tidak ada yang mencalonkan diri, mereka semua
ditunjuk partai karna dinilai tepat untuk menduduki amanah tersebut. Kontan
hampir semua undangan berkeberatan untuk mengambil amanah berat ini, banyak alasan mengapa mereka ingin menolak,
mulai dari harus minta izin suami , izin istri, pekerjaan tidak bisa
ditinggalkan, masih banyak kader lain yang pantas dan kompeten, takut tidak
amanah, dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak alasan hanya
beberapa orang saja yang diterima karna alasannya dinilai kuat sehingga PKS
harus menelepon orang lain untuk menggantikan kursi yang kosong tersebut,
sementara yang lainnya harus “Sami’naa wa atho’naa” pada keputusan partai.
Begitu Pembimbing kami mengisahkan
kepada kami prihal pertemuan beberapa hari yang lalu di DPD PKS Kota Bandung.
Dengan ucapan kata yang sedikit
terbata-bata beliau juga menegaskan kepada kami bahwa beliau tidak ingin
menjadi Caleg karna merasa tidak kompeten di bidang ini. Walau Beliau selama
ini ditugaskan di staf fraksi PKS kota Bandung, beliau masih merasa kurang
pantas untuk dijadikan calon legislatif dari partai islam ini. Apalagi di
Kecamatan Cicendo, Andir, Sukajadi, dan Sukasari yang tergabung di CD1 masih
banyak kader partai yang secara kompetensi dan popularitas dirasa lebih pantas
menduduki amanah tersebut. Beliau meminta pandangan dari kami murid-muridnya
terkait masalah ini.
Buat saya pribadi yang hanya
sebatas simpatisan partai, berita ini adalah berita baik karna kedepan jika
beliau jadi aleg, permasalahan masyarakat di lingkungan sekitar bisa lebih
mudah untuk saya koordinasikan dengan anggota dewan yang tak lain adalah guru
saya sendiri, tapi diluar itu saya kagum benar dengan partai ini, alasannya
karna tidak ada satupun caleg yang mencalonkan diri. Yang lebih anehnya disaat
dipartai lain orang-orang saling sikut untuk dapat dicalonkan partainya,
disini orang-orang berlomba-lomba agar
dirinya batal dicalonkan. AJAAIIB.
Memang aneh partai yang satu ini
disaat orang lain berebut kekuasaan untuk dirinya sendiri, di partai ini hampir
tidak pernah terdengar cekcok internal yang memperebutkan kekuasaan. Bahkan di
kecamatan saya, Cicendo, seorang Ketua DPC (Setingkat Camat) rela dan
mau-maunya turun jabatan jadi seorang Ketua DPRa(Setingkat Kelurahan). Tercatat
2 orang mantan Ketua DPC turun pangkat jadi Ketua DPRa. Begitu juga di
kelurahan saya, Setingkat Ketua DPRa rela turun tahta jadi sekertaris DPRa dan
mereka malah senang jika jabatannya diturunkan.
Kembali kepada pencalonan anggota
legislatif. Banyak pertanyaan yang muncul di otak saya. Kemudian saya sampaikan
ke Pembimbing saya bak seorang wartawan bertanya kepada narasumbernya:
***
Saya : Emang di PKS gak membuka
pendaftaran calon anggota legislatif kayak di partai lain ya stadz?
Pembimbing : Untuk di daerah yang
kekurangan kader mungkin ada, tapi untuk Bandung kader PKS nya relatif banyak
dan sengaja gak dibuka buat umum agar koordinasi ketika menjadi aleg bisa lebih
enak dan cepat. Biasanya Partai yang membuka lowongan caleg adalah
partai-partai yang kurang kader, atau tidak PD dengan kadernya sendiri.
***
Saya : Terus denger-denger sih
klo pingin jadi caleg kan harus ada Mahar atau biaya pendaftaran, kalau di PKS
kota Bandung ada gak, stadz??
Pembimbing : Alhamdulillah sampai
saat ini gak ada, kalaupun ada paling hanya untuk tes kesehatan dan pemenuhan
administrasi yang lainnya, dan itu mah saya pikir wajar.
***
Saya : Berarti kalau begitu
atributisasi berupa baner, spanduk,
baligho, dll gak dikoordinir sama partai?
Pembimbing: Iya untuk sementara
diserahkan kepada individu gak ada sedikitpun dipungut untuk kepentingan
partai. Tapi gak tau juga kedepannya. Klo antum tanya ke anggota dewan dari
partai lain berapa mereka habiskan untuk jadi Aleg di kota Bandung terus jika
dibandingkan dengan Aleg-aleg kita antum akan kaget akh? Jangankan antum
anggota dewan dari partai lain aja gak percaya, gimana enggak mereka untuk jadi
aleg harus ngeluarin duit buat kampanye ratusan juta bahkan ada yang tembus
Miliaran, sedangkan di kita rata-rata cuman habis 20 Juta atau paling gede 50
Juta, gimana gak ngiri coba. Tapi disisi lain mereka juga “nyinyir” anggota
dewan kita karna tiap bulan iuran untuk partai lumayan gede, PKS adalah partai
yang paling besar mungut iuran dari anggota legislatifnya sebulan bisa jutaan
tergantung honor yang diterima pada bulan tersebut padahal dipartai lain cuman
nyampe ratusan ribu aja.
(Tapi itu wajar malah jadi gak
wajar jika ada partai yang iurannya kecil tapi kegiatan partainya banyak. Perlu
dipertanyakan kegiatan partainya dapet dana dari mana?)
***
Pertanyaan-pertanyaan saya
sebenernya agak banyak, cuman gak enak aja untuk dibahas di forum, akhirnya
setelah banyak perbincangan lainnya kajian ditutup dengan menanyakan kabar
terutama kabar 3 orang bujang tersisa di kelompok kami yang coba di
sangkut-sangkutkan dengan binaan istrinya yang kebanyakan perawat dan dokter,
maklum istri pembimbing saya adalah seorang dokter yang punya binaan para
perawat dan dokter juga. Saya termasuk yang terpojokan dan tak bisa mengelak.
Satu hal yang bisa dilakukan hanya bisa berceloteh mengalihkan “isu”.
Kajian-pun ditutup pukul 23.15-an dengan informasi-informasi baru yang kami
dapatkan. Dengan kabar tersebut saya semakin simpati dengan partai ini, saya
siap kerja bersama partai ini walau sekali lagi untuk dijadikan kader saya
masih ragu karna tidak siap lahir dan Batin
:p
Oki Priyadi
*http://politik.kompasiana.com/2013/03/22/berapa-mahar-untuk-jadi-caleg-dari-pks--539476.html
0 komentar:
Posting Komentar